BTemplates.com

Pages

Jumat, 30 Januari 2015

PROGRAM WAKAF QUR'AN UNTUK MUALLAF DAN KAUM MUSLIMIN DHU'AFA


Bismillahirrahmaanirrahiim

Dengan izin Allah ta'ala, alhamdulillah dakwah ahlussunnah di Cilacap dan sekitarnya semakin meluas. Merupakan nikmat yang sangat besar ketika kaum muslimin dapat kembali kepada ajaran islam yang shohih yang bersumber dari Al-Qur'an, As-Sunnah dengan pemahaman para shahabat radhiyallahu'anhum ajma'in.

Mahad Utsman bin Affan Rawajaya merupakan salah satu di antara mahad ahlussunnah yang turut andil dalam dakwah ahlussunnah dan juga menanggulangi kaum muslimin dari pemurtadan khususnya di daerah kampung laut dan sekitarnya. dan alhamdulillah dengan pertolongan Allah semata, saudara-saudara kita yang dulu meninggalkan agama islam, kini sudah mulai banyak yang kembali kepada agama islam.

Para Muallaf yang kami bina di antaranya di daerah Kampung Laut, Cikerang, Binangun baru, dan Cisumur.
dan untuk membantu mereka mempelajari Al-Qur'an, kami dari Ma'had Utsman bin Affan rawajaya membuka PROGRAM WAKAF QUR'AN UNTUK MUALLAF DAN KAUM MUSLIMIN DHU'AFA.

Alhamdulillah kami mendapat kiriman dari salah seorang muhsinin sebanyak 48 buah mushaf terjemah -jazahullahu khaira wa ghofarollohu lahu wa li walidaihi wa ahlihi wa lijami'il  muslimin-

Insya Allah mushaf akan kami distribusikan kepada yang berhak dan benar-benar membutuhkan.

Jika ada kaum muslimin yang ingin turut serta membantu program ini kami persilahkan untuk dapat mengirim  ke alamat Ponpes Utsman bin Affan di : Jl. S. Parman No. 25 Rawajaya RT 06/04 Bantarsari Cilacap
atau dapat menghubungi :
Ustadz Abu Zulfa Abbas 085223300595 atau
Al Akh Ustadz Muridan 08972144954

Sabtu, 24 Januari 2015

Jalan Salaf Jaminan Kebenaran


(ditulis oleh: Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman bin Rawiyah)
“Kembali kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah” telah menjadi slogan umum. Namun memahami keduanya dan mengamalkan kandungannya, agar sesuai dengan yang dimaukan Rasulullah r, merupakan persoalan tersendiri. Kepada siapa kita harus merujuk?

Pada edisi sebelumnya telah dijelaskan, siapa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dan manhaj (jalan/metode) yang mereka tempuh. Mereka bukanlah manusia khusus yang diciptakan Allah I untuk membawa amanat syariat-Nya. Juga bukan malaikat yang diutus Allah I untuk mengajarkan manusia tentang agama-Nya. Mereka adalah kaum muslimin itu sendiri yang memahami agamanya dengan benar berdasarkan Al-Qur‘an dan As-Sunnah di atas pemahaman as-salafush shalih (pendahulu yang shalih).
Mereka (para shahabat g) adalah umat terbaik yang diciptakan untuk mendakwahkan kebenaran agama ini kepada seluruh umat. Mereka adalah generasi terbaik umat ini dari kalangan shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in, serta orang-orang yang mengikuti mereka di atas kebenaran. Mereka adalah as-salafush shalih, al-firqatun najiyah (orang-orang yang selamat), ath-tha`ifah al-manshurah (orang-orang yang selalu ditolong), ahlul hadits, ahlul atsar, dan mereka adalah salafiyyun.
Mereka adalah pilihan Allah I dari seluruh hamba-Nya yang akan menyuarakan kebenaran di mana dan kapan saja, bagaimanapun besar tantangan dan rintangan yang dihadapi. Slogan mereka adalah firman Allah I:
“Kebenaran itu datang dari Rabbmu, maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang yang ragu.” (Al-Baqarah: 147)
Juga sabda Rasulullah r: “Katakan yang benar walaupun pahit dan jangan kamu gentar cercaan orang yang mencerca.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman dari shahabat Abu Dzar z. Lihat Al-Misykat, 3/1365)
Dari sinilah nama as-salafush shalih diabadikan oleh sejarah. Ditulis dengan tinta emas, terus dikenang, serta menjadi rujukan generasi sesudahnya. Bukankah ini merupakan satu kemuliaan dari Allah I karena apa yang telah mereka berikan untuk agama-Nya? Dan karena apa yang mereka tempuh ketika Rasulullah r masih hidup dan setelah wafat beliau?
Jawabannya adalah ya. Mereka mendapatkan yang demikian ini karena mereka berjalan di atas jalan Rasul-Nya. Abu Bakar z, khalifah pertama yang menggantikan Rasulullah r sebagai pemimpin umat ini, telah mendapatkan jaminan masuk jannah (surga), padahal ketika itu beliau masih hidup. Bukankah ini kemuliaan bagi beliau? Apakah manhaj Abu Bakar z sesuai manhaj Rasulullah r? Jawabannya tentu ya.
Begitu juga ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, dan para shahabat g yang lain yang telah mendapatkan jaminan dari Rasulullah r untuk masuk jannah, padahal kaki-kaki mereka masih menapaki kehidupan. Merekalah yang juga disebutkan Allah I di dalam Al-Qur`an:
“Merekalah orang-orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah dari kalangan para nabi, orang-orang yang jujur, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang shalih.” (An-Nisa`: 69)
Siapa lagi yang dimaksud dalam ayat ini setelah para nabi, kalau bukan orang-orang yang mengikuti mereka di atas manhaj Allah I dari kalangan shahabat?
Mereka adalah generasi yang berusaha untuk mendapatkan dan mengambil warisan terbanyak dari Rasulullah r. Duduk dan keluar dari majelis Rasulullah r dalam keadaan membawa kemurnian agama Islam yang malamnya seperti siangnya. Dan tidak ada seorangpun dari mereka yang menyimpang, melainkan akan binasa seumur hidup jika tidak segera bertaubat kepada Allah I.
Manhaj Salaf
Cerminan Kemurnian Islam
Rentang waktu yang panjang sangat memungkinkan menyebabkan jauhnya umat dari kemurnian ajaran Islam. Apalagi, umat ini terus berganti generasi demi generasi. Hal ini telah dirasakan dan disaksikan oleh orang-orang yang diberikan bashirah (ilmu) oleh Allah I. Banyak kita jumpai penampilan Islam yang berwarna-warni, baik dari amalan, ucapan, dan keyakinan.
“Warna-warni” inilah yang sering menimbulkan friksi di antara sesama muslim hingga berujung pada pudarnya persatuan dan kesatuan umat Islam. Walhasil, umat ini menjadi sangat lemah dan siap menjadi santapan musuh-musuhnya.
Munculnya kelompok-kelompok di dalam Islam, merupakan bukti konkrit adanya perbedaan yang besar dan warna-warninya penampilan Islam itu. Yang satu berpakaian serba merah dan mengangkat Islam sebagai simbol. Yang lain dengan warna hijau, hitam, kuning, putih, dan sebagainya. Masing-masing memiliki konsep, prinsip, jalan, dan tujuan yang berbeda dengan yang lainnya. Bahkan, karena perbedaan mendasar itu, ada yang siap menumpahkan darah yang lainnya. Apakah demikian Islam itu? Lalu manakah yang benar? Dan manakah yang harus diikuti?
Yang demikian ini, setelah berlalunya masa risalah (masa kenabian) dan pergantian generasi demi generasi, sangat terasa. Ironisnya, Islam dalam pandangan kaum muslimin saat ini hanya sebatas “yang penting Islam”, apapun alirannya, ajarannya, warnanya, jalannya, baunya, dan sebagainya. Padahal justru dengan sebab ini, hilanglah kemuliaan, kewibawaan, kejayaan, dan kekuatan umat Islam, serta menjadikan musuh-musuh Islam berani dan memiliki kewibawaan di mata kaum muslimin.
Kemurnian dan kesempurnaan Islam itu pun kian jauh panggang dari api. Yang satu ingin menambah dan yang lain ingin mengurangi, bahkan mempretelinya. Hanya dengan mencari sumber kemurniannya kepada orang yang telah dinobatkan oleh Allah I sebagai penelusur jejak Rasulullah r -para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in- saja, niscaya kemurnian Islam itu akan diperoleh.
Manhaj Salaf adalah Ridha, Cinta, dan Ampunan Allah I
Selain sebagai cermin kemurnian Islam, manhaj salaf juga merupakan perwujudan ridha Allah I, cinta, dan ampunan-Nya. Allah I berfirman tentang mereka yang berjalan di atas manhaj salaf ini:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka jannah-jannah yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)
Asy-Syaikh As-Sa’di1 t dalam tafsir ayat ini mengatakan, mereka adalah orang-orang yang lebih dahulu masuk Islam dan yang terlebih dahulu dalam keimanan, hijrah, jihad, dan memperjuangkan agama Allah I. Kaum Muhajirin adalah orang-orang yang dikeluarkan dari negeri mereka dan dipisahkan dari harta benda mereka, semata-mata hanya mencari keutamaan dari Allah I dan keridhaan-Nya. Mereka membela agama Allah I dan Rasul-Nya, dan mereka adalah orang-orang yang jujur.
Sementara kaum Anshar adalah orang-orang yang menetap di kota Madinah, mencintai orang-orang yang berhijrah. Mereka tidak dihinggapi perasaan berat hati atas apa-apa yang mereka infakkan kepada kaum Muhajirin, serta lebih mengutamakan kaum Muhajirin meskipun mereka membutuhkannya.
Merekalah kaum yang mendapatkan keselamatan dari cercaan dan mendapatkan pujian dan keutamaan dari Allah I. Allah I meridhai mereka dan mereka ridha kepada Allah I. Allah I mempersiapkan bagi mereka jannah yang mengalir sungai-sungai di bawahnya dan kekal di dalamnya.
Allah I di dalam Al Qur`an berfirman:
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Ali ‘Imran: 31)
Asy-Syaikh As-Sa’di t dalam tafsirnya mengatakan: “Ayat ini merupakan tolok ukur cinta seseorang kepada Allah I dengan sebenar-benarnya cinta atau hanya pura-pura mengaku cinta. Tanda cinta kepada Allah I adalah ittiba’ (mengikuti) Rasulullah r, yang Allah I telah menjadikan sikap ini (ittiba’) dan segala apa yang diserukan sebagai jalan untuk mendapatkan cinta dan ridha Allah I. Dan tidak akan didapati kecintaan dari Allah I, ridha dan pahala-Nya, melainkan dengan cara membenarkan apa yang dibawa Rasulullah r sebagaimana yang ada di dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah, dengan cara melaksanakan apa yang dikandung keduanya dan menjauhi apa yang dilarangnya. Maka barangsiapa melakukan hal ini, sungguh ia telah dicintai oleh Allah I, dia dibalas sebagaimana balasan terhadap kekasih Allah I, diampuni dosanya, dan ditutupi segala aibnya. Maka (ayat ini) seakan-akan (menjelaskan) bagaimana hakekat mengikuti Rasulullah r dan bagaimana sifatnya.”
Simbol Kemenangan dan Kejayaan Umat
Meskipun Islam semakin kabur, namun pewaris kemurnian Islam akan tetap ada sepanjang kehidupan manusia ini sampai hari kiamat. Mereka telah dipersiapkan Allah I untuk meneruskan perjuangan Rasulullah r dan generasi beliau yang terbaik. Merekalah yang akan terus menyuarakan kemurnian Islam. Dan bersama merekalah kemenangan dan kejayaannya. Itulah janji Allah I yang tidak bisa dipungkiri.
Merekalah yang disebut Rasulullah r sebagai generasi pejuang yang telah mengambil pedang perjuangan Rasulullah r yang diwariskan setelah wafatnya, untuk membabat gerakan-gerakan penjegalan terhadap syariat Allah I. Dan mereka pulalah yang dipersiapkan Allah I sebagai perisai dan benteng terhadap kebenaran dalam pertarungan antara yang hak dan batil. Allah I menjelaskan di dalam Al Qur`an:
“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al Qur`an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Hijr: 9)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin di dalam kitab Syarah Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah (hal. 25) mengatakan, “Akan tetapi semua pujian bagi Allah I semata. Tiadalah seseorang melakukan kebid’ahan, melainkan Allah I membangkitkan –dengan nikmat dan karunia-Nya– orang-orang yang akan menjelaskan kebid’ahan tersebut dan yang akan melumatkannya dengan kebenaran. Dan ini termasuk makna yang terkandung dalam firman Allah I (Al-Hijr: 9). Dan ini merupakan wujud nyata penjagaan Allah I terhadap Adz-Dzikr (maksudnya Al-Qur`an, red.) dan ini juga merupakan konsekuensi hikmah Allah I.”
Rasulullah r bersabda dalam hadits yang diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dan Al-Imam Muslim dari shahabat Mua’wiyah dan Mughirah bin Syu’bah c, dan diriwayatkan Al-Imam Muslim dari shahabat Tsauban, Jabir bin Samurah, Jabir bin Abdillah, Sa’ad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash g:
“Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang memperjuangkan kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang berusaha menghinakan mereka sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap dalam keadaan yang demikian itu.” (Shahih, HR. Muslim dengan lafadznya)
Siapakah yang dimaksud Rasulullah r dengan “satu kelompok dari umatnya itu yang selalu memperjuangkan kebenaran dan selalu mendapatkan kemenangan”?
Al-Imam Ahmad mengatakan: “ Kalau bukan ahli hadits yang dimaksud, maka saya tidak mengetahui (lagi) siapa mereka.”
‘Umar bin Hafsh bin Ghiyats mengatakan: “Aku telah mendengar ayahku ketika ditanyakan kepadanya: ‘Tidakkah kamu melihat ahlul hadits dan apa-apa yang mereka berada di atasnya?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah sebaik-baik penduduk dunia’.”
Abu Bakar bin ‘Ayyash mengatakan, “Aku berharap bahwa ahlul hadits adalah sebaik-baik manusia.” (Lihat kitab Makanatu Ahlil Hadits, hal. 53-54)
Rasulullah r bersabda: “Tidak ada seorangpun dari nabi yang diutus sebelumku kepada suatu umat melainkan ada pada umatnya hawariyyun (para pembela) dan shahabatnya yang memegang sunnahnya dan yang mengikuti perintahnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat Abdullah bin Mas’ud z)
Rasulullah bersabda: “Sesungguhnya Allah akan membangkitkan pada setiap awal seratus tahun orang-orang yang akan mengadakan pembaharuan terhadap agama umat ini.” (Shahih, HR. Abu Dawud dari shahabat Abu Hurairah z dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani t dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 3656 dan di dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 599 dan di dalam Shahih Jami’ush Shaghir no. 1874)
Al-Imam Ahmad bin Hanbal t berkata, sebagaimana dinukil Al-Imam Adz-Dzahabi dalam kitab As-Siyar (10/46): “Sesungguhnya Allah I akan membangkitkan pada umat, di awal setiap seratus tahun, orang-orang yang akan mengajarkan mereka As Sunnah dan membungkam setiap kedustaan atas nama Rasulullah r. Maka tatkala kami melihat dan memeriksa, ternyata pada awal seratus tahun pertama muncul ‘Umar bin Abdul ‘Aziz dan pada seratus tahun kedua Al-Imam Asy-Syafi’i.” (Lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, 2/148)
Manhaj Salaf Manhaj yang Benar
Manhaj inilah yang mendapatkan pujian kebaikan dari lisan Rasulullah r berikut dengan orang-orang yang berjalan di atasnya, sebagaimana sabda beliau:
“Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian orang-orang setelah mereka, dan kemudian orang-orang setelah mereka.” (Shahih, HR. Al-Bukhari dan Muslim dari shahabat ‘Imran bin Hushain dan Abdullah bin Mas’ud c)
Maka, para pengikut manhaj ini adalah generasi terbaik yang diridhai Allah I. Di dalam kitab Manhajus Salaf Fit Ta’amul Ma’a Kutubi Ahlil Bida’i (hal. 3) karya Abu Ibrahim Muhammad bin Muhammad bin Abdillah bin Mani’ dikatakan: “Pujian kebaikan menunjukkan kebenaran akidah, mengikuti Rasulullah r dengan benar. Maka para shahabat adalah orang yang paling baik keyakinannya, paling dekat dengan Sunnah Rasulullah r, paling jauh dari kesyirikan, kebid’ahan, dan perpecahan. Para shahabat adalah orang yang paling baik dari sisi pemahaman dan ilmu. Maka barangsiapa yang tidak merasa cukup dengan para shahabat, maka Allah I tidak akan mencukupkan mereka.”  Wallahu a’lam.
Sumber Bacaan:
1.    Al-Qur`an
2.     Riyadhus Shalihin, Al-Imam An-Nawawi
3.    Taisir Al-Karimir Rahman, Asy-Syaikh As-Sa’di
4.    Syarah Al-’Aqidah Al-Wasithiyyah, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
5.    Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Asy-Syaikh Al-Albani
6.    Makanatu Ahlil Hadits, Asy-Syaikh Dr. Rabi’
7.    Manhajus Salaf Fitta’amul Ma’a Kutubi Ahlil Bida’, Asy-Syaikh Muhammad bin Mani’
Catatn Kaki:
1 Nama beliau adalah Abu Abdillah Abdurrahman bin Nashir bin Abdullah bin Nashir dari keluarga As-Sa’di dari suku Tamim. Beliau adalah ahli ilmu Al Qur`an dan tafsir pada pertengahan abad 14 H. Dilahirkan di ‘Unaizah, Arab Saudi, 12 Muharram 1307 H. Setelah 69 tahun mengorbankan umurnya untuk mengabdi kepada ilmu, beliau wafat tahun 1376 H di kota kelahirannya.
http://asysyariah.com/jalan-salaf-jaminan-kebenaran/

Mengapa Harus Manhaj Salaf?


(ditulis oleh: Al-Ustadz Ruwaifi’ bin Sulaimi Al-Atsari, Lc.)
Orang-orang yang hidup pada zaman Nabi adalah generasi terbaik umat ini. Mereka telah mendapat pujian langsung dari Allah dan Rasul-Nya sebagai sebaik-baik manusia. Mereka adalah orang-orang yang paling paham agama dan paling baik amalannya sehingga kepada merekalah kita harus merujuk.
Manhaj Salaf, bila ditinjau dari sisi kalimat merupakan gabungan dari dua kata; manhaj () dan salaf (). Manhaj () dalam bahasa Arab sama dengan minhaj (), yang bermakna: Sebuah jalan yang terang lagi mudah. (Tafsir Ibnu Katsir 2/63, Al-Mu’jamul Wasith 2/957)
Sedangkan salaf (), menurut etimologi bahasa Arab bermakna: Siapa saja yang telah mendahuluimu dari nenek moyang dan karib kerabat, yang mereka itu di atasmu dalam hal usia dan keutamaan (Lisanul Arab, karya Ibnu Manzhur, 7/234). Dan dalam terminologi syariat bermakna: Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama Islam, dari para shahabat Rasulullah r, tabi’in (murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhajul Imam Asy-Syafi’i fi Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-‘Aqil, 1/55)
Berdasarkan definisi di atas, maka manhaj salaf () adalah: Suatu istilah untuk sebuah jalan yang terang lagi mudah, yang telah ditempuh oleh para shahabat Rasulullah r, tabi’in dan tabi’ut tabi’in di dalam memahami dienul Islam yang dibawa Rasulullah r. Seorang yang mengikuti manhaj salaf ini disebut dengan Salafi atau As-Salafi, jamaknya Salafiyyun atau As-Salafiyyun. Al-Imam Adz-Dzahabi berkata: “As-Salafi adalah sebutan bagi siapa saja yang berada di atas manhaj salaf.” (Siyar A’lamin Nubala, 6/21)
Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf (Salafiyyun) biasa disebut dengan Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh dengan Al Qur`an dan As Sunnah dan bersatu di atasnya. Disebut pula dengan Ahlul Hadits wal Atsar dikarenakan berpegang teguh dengan hadits dan atsar di saat orang-orang banyak mengedepankan akal. Disebut juga Al-Firqatun Najiyah, yaitu golongan yang Allah selamatkan dari an-naar (neraka) (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash c), disebut juga Ath-Thaifah Al-Manshurah, kelompok yang senantiasa ditolong dan dimenangkan oleh Allah (sebagaimana yang akan disebutkan dalam hadits Tsauban z). (Untuk lebih rincinya lihat kitab Ahlul Hadits Humuth Thaifatul Manshurah An-Najiyah, karya Asy-Syaikh Dr. Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali)
Manhaj salaf dan Salafiyyun tidaklah dibatasi (terkungkung) oleh organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Bahkan manhaj salaf mengajarkan kepada kita bahwa ikatan persaudaraan itu dibangun di atas Al-Qur‘an dan Sunnah Rasulullah r dengan pemahaman Salafush Shalih. Siapa pun yang berpegang teguh dengannya maka ia saudara kita, walaupun berada di belahan bumi yang lain. Suatu ikatan suci yang dihubungkan oleh ikatan manhaj salaf, manhaj yang ditempuh oleh Rasulullah r dan para shahabatnya.
Manhaj salaf merupakan manhaj yang harus diikuti dan dipegang erat-erat oleh setiap muslim di dalam memahami agamanya. Mengapa? Karena demikianlah yang dijelaskan oleh Allah di dalam Al-Qur‘an dan demikian pula yang dijelaskan oleh Rasulullah r di dalam Sunnahnya. Sedangkan Allah telah berwasiat kepada kita:
“Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa`: 59)
Adapun ayat-ayat Al Qur`an yang menjelaskan agar kita benar-benar mengikuti manhaj salaf adalah sebagai berikut:
1.    Allah I berfirman:
“Tunjukilah kami jalan yang lurus. Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat.” (Al-Fatihah: 6-7)
Al-Imam Ibnul Qayyim berkata: “Mereka adalah orang-orang yang mengetahui kebenaran dan berusaha untuk mengikutinya…, maka setiap orang yang lebih mengetahui kebenaran serta lebih konsisten dalam mengikutinya, tentu ia lebih berhak untuk berada di atas jalan yang lurus. Dan tidak diragukan lagi bahwa para shahabat Rasulullah r, mereka adalah orang-orang yang lebih berhak untuk menyandang sifat (gelar) ini daripada orang-orang Rafidhah (Syi’ah).” (Madaarijus Saalikin, 1/72)
Penjelasan Al-Imam Ibnul Qayyim tentang ayat di atas menunjukkan bahwa para shahabat Rasulullah r –yang mereka itu adalah Salafush Shalih– merupakan orang-orang yang lebih berhak menyandang gelar “orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah” dan “orang-orang yang berada di atas jalan yang lurus”, dikarenakan betapa dalamnya pengetahuan mereka tentang kebenaran dan betapa konsistennya mereka dalam mengikutinya.
Gelar ini menunjukkan bahwa manhaj yang mereka tempuh dalam memahami dienul Islam ini adalah manhaj yang benar dan di atas jalan yang lurus, sehingga orang-orang yang berusaha mengikuti manhaj dan jejak mereka, berarti telah menempuh manhaj yang benar, dan berada di atas jalan yang lurus pula.
2.    Allah I berfirman:
“Dan barangsiapa menentang Rasul setelah jelas baginya kebenaran, dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, kami biarkan ia leluasa bergelimang dalam kesesatan dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (An-Nisa`: 115)
Al-Imam Ibnu Abi Jamrah Al-Andalusi berkata: “Para ulama telah menjelaskan tentang makna firman Allah (di atas): Sesungguhnya yang dimaksud dengan orang-orang mukmin di sini adalah para shahabat Rasulullah r dan generasi pertama dari umat ini, karena mereka merupakan orang-orang yang menyambut syariat ini dengan jiwa yang bersih. Mereka telah menanyakan segala apa yang tidak dipahami (darinya) dengan sebaik-baik pertanyaan, dan Rasulullah r pun telah menjawabnya dengan jawaban terbaik. Beliau terangkan dengan keterangan yang sempurna. Dan mereka pun mendengarkan (jawaban dan keterangan Rasulullah r tersebut), memahaminya, mengamalkannya dengan sebaik-baiknya, menghafalkannya, dan menyampaikannya dengan penuh kejujuran. Mereka benar-benar mempunyai keutamaan yang agung atas kita. Yang mana melalui merekalah hubungan kita bisa tersambungkan dengan Rasulullah r, juga dengan Allah I.” (Al-Mirqat fi Nahjissalaf Sabilun Najah hal. 36-37)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Dan sungguh keduanya (menentang Rasul dan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin –red) adalah saling terkait, maka siapa saja yang menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran, pasti ia telah mengikuti selain jalan orang-orang mukmin. Dan siapa saja yang mengikuti selain jalan orang-orang mukmin maka ia telah menentang Rasul sesudah jelas baginya kebenaran.” (Majmu’ Fatawa, 7/38)
Setelah kita mengetahui bahwa orang-orang mukmin dalam ayat ini adalah para shahabat Rasulullah r (As-Salaf), dan juga keterkaitan yang erat antara menentang Rasul dengan mengikuti selain jalannya orang-orang mukmin, maka dapatlah disimpulkan bahwa mau tidak mau kita harus mengikuti “manhaj salaf”, jalan para shahabat.
Sebab bila kita menempuh selain jalan mereka di dalam memahami dienul Islam ini, berarti kita telah menentang Rasulullah r dan akibatnya sungguh mengerikan… akan dibiarkan leluasa bergelimang dalam kesesatan… dan kesudahannya masuk ke dalam Jahannam, seburuk-buruk tempat kembali… na’udzu billahi min dzaalik.
3.    Allah I berfirman:
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka jannah-jannah (surga-surga) yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (At-Taubah: 100)
Dalam ayat ini Allah I tidak mengkhususkan ridha dan jaminan jannah-Nya untuk para shahabat Muhajirin dan Anshar (As-Salaf) semata, akan tetapi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik pun mendapatkan ridha Allah dan jaminan jannah (surga) seperti mereka.
Al-Hafidz Ibnu Katsir t berkata: “Allah I mengkhabarkan tentang keridhaan-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik, dan ia juga mengkhabarkan tentang ketulusan ridha mereka kepada Allah, serta apa yang telah Ia sediakan untuk mereka berupa jannah-jannah yang penuh dengan kenikmatan, dan kenikmatan yang abadi.” (Tafsir Ibnu Katsir, 2/367)
Ini menunjukkan bahwa mengikuti manhaj salaf akan mengantarkan kepada ridha Allah dan jannah Allah I.
Adapun hadits-hadits Rasulullah r adalah sebagai berikut:
1.    Rasulullah r bersabda:
“Sesungguhnya barangsiapa di antara kalian yang hidup sepeninggalku nanti maka ia akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku, dan sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin yang terbimbing, berpeganglah erat-erat dengannya dan gigitlah ia dengan gigi-gigi geraham…” (Shahih, HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ad-Darimi, Ibnu Majah dan lainnya dari shahabat Al-‘Irbadh bin Sariyah z. Lihat Irwa`ul Ghalil, hadits no. 2455)
Dalam hadits ini dengan tegas dinyatakan bahwa kita akan menyaksikan perselisihan yang begitu banyak di dalam memahami dienul Islam, dan jalan satu-satunya yang mengantarkan kepada keselamatan ialah dengan mengikuti Sunnah Rasulullah r dan sunnah Al-Khulafa‘ Ar-Rasyidin (Salafush Shalih). Bahkan Rasulullah r memerintahkan agar kita senantiasa berpegang teguh dengannya.
Al-Imam Asy-Syathibi berkata: “Rasulullah r –sebagaimana yang engkau saksikan– telah merangkai “sunnah Al-Khulafa` Ar-Rasyidin” dengan “Sunnah” beliau, dan bahwasanya di antara konsekuensi mengikuti Sunnah beliau adalah mengikuti sunnah mereka…, yang demikian itu dikarenakan apa yang mereka sunnahkan benar-benar mengikuti Sunnah Nabi mereka r, atau mengikuti apa yang mereka pahami dari sunnah beliau r, baik secara global maupun secara rinci, yang tidak diketahui oleh selain mereka.”(Al-I’tisham, 1/118)
2.    Rasulullah r bersabda:
“Terus menerus ada sekelompok kecil dari umatku yang senantiasa tampil di atas kebenaran. Tidak akan memudharatkan mereka orang-orang yang menghinakan mereka, sampai datang keputusan Allah dan mereka dalam keadaan seperti itu.” (Shahih, HR Al-Bukhari dan Muslim, lafadz hadits ini adalah lafadz Muslim dari shahabat Tsauban z, hadits no. 1920)
Al-Imam Ahmad bin Hanbal t berkata (tentang tafsir hadits di atas): “Kalau bukan Ahlul Hadits, maka aku tidak tahu siapa mereka?!” (Syaraf Ash-habil Hadits, karya Al-Khathib Al-Baghdadi, hal. 36)
Al-Imam Ibnul Mubarak t, Al-Imam Al-Bukhari t, Al-Imam Ahmad bin Sinan Al-Muhaddits t, semuanya berkata tentang tafsir hadits ini: “Mereka adalah Ahlul Hadits.” (Syaraf Ash-habil Hadits, hal. 26, 37)
Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad-Dahlawi Al-Madani berkata: “Hadits ini merupakan tanda dari tanda-tanda kenabian (Rasulullah r). Di dalamnya beliau telah menyebutkan tentang keutamaan sekelompok kecil yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan setiap masa dari jaman ini tidak akan lengang dari mereka. Beliau r mendoakan mereka dan doa itupun terkabul. Maka Allah U menjadikan pada tiap masa dan jaman, sekelompok dari umat ini yang memperjuangkan kebenaran, tampil di atasnya dan menerangkannya kepada umat manusia dengan sebenar-benarnya keterangan. Sekelompok kecil ini secara yakin adalah Ahlul Hadits insya Allah, sebagaimana yang telah disaksikan oleh sejumlah ulama yang tangguh, baik terdahulu ataupun di masa kini.” (Tarikh Ahlil Hadits, hal. 131)
Ahlul Hadits adalah nama lain dari orang-orang yang mengikuti manhaj salaf. Atas dasar itulah, siapa saja yang ingin menjadi bagian dari “sekelompok kecil” yang disebutkan oleh Rasulullah r dalam hadits di atas, maka ia harus mengikuti manhaj salaf.
3.    Rasulullah r bersabda:
“Umatku akan terpecah belah menjadi 73 golongan, semuanya masuk ke dalam an-naar, kecuali satu golongan. Beliau ditanya: ‘Siapa dia wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: ‘(golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para shahabatku berada’.” (Hasan, riwayat At-Tirmidzi dalam Sunan-nya, Kitabul Iman, Bab Iftiraqu Hadzihil Ummah, dari shahabat Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash c)
Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Ad-Dahlawi Al-Madani berkata: “Hadits ini sebagai nash (dalil –red) bagi apa yang diperselisihkan, karena ia dengan tegas menjelaskan tentang tiga perkara:
Pertama, bahwa umat Islam sepeninggal beliau akan berselisih dan menjadi golongan-golongan yang berbeda pemahaman dan pendapat di dalam memahami agama. Semuanya masuk ke dalam an-naar, dikarenakan mereka masih terus berselisih dalam masalah-masalah agama setelah datangnya penjelasan dari Rabb Semesta Alam.
Kedua, kecuali satu golongan yang Allah selamatkan, dikarenakan mereka berpegang teguh dengan Al Qur‘an dan Sunnah Rasulullah r dan mengamalkan keduanya tanpa adanya takwil dan penyimpangan.
Ketiga, Rasulullah r telah menentukan golongan yang selamat dari sekian banyak golongan itu. Ia hanya satu dan mempunyai sifat yang khusus, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Rasulullah r sendiri (dalam hadits tersebut) yang tidak lagi membutuhkan takwil dan tafsir.” (Tarikh Ahlil Hadits hal. 78-79)
Tentunya, golongan yang ditentukan oleh Rasulullah r itu adalah yang mengikuti manhaj salaf, karena mereka di dalam memahami dienul Islam ini menempuh suatu jalan yang Rasulullah dan para shahabatnya berada di atasnya.
Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas, dapatlah diambil suatu kesimpulan, bahwa manhaj salaf merupakan satu-satunya manhaj yang harus diikuti di dalam memahami dienul Islam ini, karena:
1.    Manhaj salaf adalah manhaj yang benar dan berada di atas jalan yang lurus.
2.    Mengikuti selain manhaj salaf berarti menentang Rasulullah r, yang berakibat akan diberi keleluasaan untuk bergelimang di dalam kesesatan dan tempat kembalinya adalah Jahannam.
3.    Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf dengan sebaik-baiknya, pasti mendapat ridha dari Allah dan tempat kembalinya adalah jannah yang penuh dengan kenikmatan, kekal abadi di dalamnya.
4.    Manhaj salaf adalah manhaj yang harus dipegang erat-erat, tatkala bermunculan pemahaman-pemahaman dan pendapat-pendapat di dalam memahami dienul Islam, sebagaimana yang diwasiatkan oleh Rasulullah r.
5.    Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah sekelompok dari umat ini yang senantiasa tampil di atas kebenaran, dan senantiasa mendapatkan pertolongan dan kemenangan dari Allah I.
6.    Orang-orang yang mengikuti manhaj salaf, mereka adalah golongan yang selamat dikarenakan mereka berada di atas jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para shahabatnya.
Oleh karena itu, tidaklah mengherankan jika:
1.    Al-Imam Abdurrahman bin ‘Amr Al-Auza’i t berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak salaf walaupun orang-orang menolakmu, dan hati-hatilah dari pemahaman/pendapat tokoh-tokoh itu walaupun mereka mengemasnya untukmu dengan kata-kata (yang indah).” (Asy-Syari’ah, karya Al-Imam Al-Ajurri, hal. 63)
2.    Al-Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit t berkata: “Wajib bagimu untuk mengikuti atsar dan jalan yang ditempuh oleh salaf, dan hati-hatilah dari segala yang diada-adakan dalam agama, karena ia adalah bid’ah.” (Shaunul Manthiq, karya As-Suyuthi, hal. 322, dinukil dari kitab Al-Mirqat fi Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 54)
3.    Al-Imam Abul Muzhaffar As-Sam’ani t berkata: “Syi’ar Ahlus Sunnah adalah mengikuti manhaj salafush shalih dan meninggalkan segala yang diada-adakan (dalam agama).” (Al-Intishar li Ahlil Hadits, karya Muhammad bin Umar Bazmul hal. 88)
4.    Al-Imam Qawamus Sunnah Al-Ashbahani t berkata: “Barangsiapa menyelisihi shahabat dan tabi’in (salaf) maka ia sesat, walaupun banyak ilmunya.” (Al-Hujjah fi Bayanil Mahajjah, 2/437-438, dinukil dari kitab Al-Intishar li Ahlil Hadits, hal. 88)
5.    Al-Imam Asy-Syathibi t berkata: “Segala apa yang menyelisihi manhaj salaf, maka ia adalah kesesatan.” (Al-Muwafaqat, 3/284, dinukil dari Al-Mirqat fi Nahjis Salaf Sabilun Najah, hal. 57)
6.    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah t berkata: “Tidak tercela bagi siapa saja yang menampakkan manhaj salaf, ber-intisab dan bersandar kepadanya, bahkan yang demikian itu disepakati wajib diterima, karena manhaj salaf pasti benar.” (Majmu’ Fatawa, 4/149)
Beliau t juga berkata: “Bahkan syi’ar ahlul bid’ah adalah meninggalkan manhaj salaf.” (Majmu’ Fatawa, 4/155)
Semoga Allah I senantiasa membimbing kita untuk mengikuti manhaj salaf di dalam memahami dienul Islam ini, mengamalkannya dan berteguh diri di atasnya, sehingga bertemu dengan-Nya dalam keadaan husnul khatimah. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Wallahu a’lamu bish-shawab.
http://asysyariah.com/mengapa-harus-manhaj-salaf/



Kamis, 22 Januari 2015

HADIRILAH MUHADHOROH ILMIYYAH BERSAMA AL-USTADZ SOFYAN CHALID RURAY hafidzahullah

Bismillahirrahmaanirrahiim
Dengan mengharap ridho Allah ta'ala...
HADIRILAH MUHADHOROH ILMIYYAH BERSAMA AL-USTADZ SOFYAN CHALID RURAY hafidzahullah


Sabtu, 17 Januari 2015

PENTINGNYA BAHASA ARAB


Berikut adalah tautan untuk mengunduh rekaman kajian bertema “Pentingnya Bahasa Arab” disampaikan oleh Al-Ustadz Abdul Barr , dimasjid Al-Muhajirin Wal Anshar pada tanggal 9 November 2014

KLIK DI SINI 

Kamis, 15 Januari 2015

Minggu, 11 Januari 2015

PEMBANGUNAN MUSOLLA "USTMAN BIN AFFAN" DI DESA BINANGUN BARU - KAWUNGANTEN DAERAH EMPANG




Bismillahirrahmaanirrahiim
Dengan izin Allah ta’ala, insyaAllah Ponpes Utsman bin Affan Rawajaya – Cilacap akan membangun sebuah Musolla sederhana di daerah empang Desa Binangun Baru Kecamatan Kawunganten, yang insyaAllah musolla ini bernama Musolla Utsman bin Affan.

Walhamdulillah dengan izin Allah ta’ala, pada hari ini ahad, 11 Desember 2015. Kami sudah menyelesaikan proses penimbunan/pengurugan untuk pembangunan musolla Utsman bin Affan, yang berlokasi di daerah empang Desa Binangun baru Kecamatan Kawunganten Kabupaten Cilacap, tepatnya berdekatan dengan desa Grugu.Mohon doa kepada segenap kaum muslimin agar proses pembangunan Musolla ini dapat berjalan dengan lancar, mendapatkan kemudahan dari Allah subhanahu wata’ala.

Semoga kehadiran Musolla ini di wilayah empang dapat bermanfaat untuk segenap kaum muslimin, dapat dimakmurkan guna menegakkan solat dan syiar islam, sekaligus sebagai pusat dakwah dan bimbingan bagi warga daerah empang khususnya. Aamiin yaa robbal ‘alamiin…
Berikut kami sertakan foto lahan yang akan di bangun musolla insyaAllah :

INFO LAPORAN DONASI TAHAP-2 (DUA) DAN INFO PENYALURAN DANA KEPADA PARA KORBAN


Bismillahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah dengan izin Allah, berikut kami laporkan dana yang terkumpul untuk bantuan korban longsor Banjarnegara (TAHAP-2).

Dana yang terkumpul dari kaum muslimin sebagai berikut ;
1. Saldo penyaluran yang pertama                                                        : Rp. 80.000,-
2. Dari Wali murid SD Al-Irsyad 01 Cilacap (Ibu Bidan Siti Fauziyati)  : Rp. 200.000,-
3. Dari Ikhwan-ikhwan Cilacap kota                                                    : Rp. 750.000,-
4. TK AL-HIDAYAH 01 Menganti                                                      : Rp. 1.735.000,-
5. Hamba Allah, Lapang asem Bantarsari                                             : Rp. 100.000,-
6. Hamba Allah, Kawunganten                                                             : Rp. 20.000,-
    Total diterima                                                                                 : Rp. 2.885.000,- (dua juta delapan ratus delapan puluh lima ribu rupiah)

Walhamdulillah dana telah disalurkan kepada para korban longsor oleh beliau Al Ustadz Abu Bakar hafidzahullah dengan perincian sebagai berikut :

1. Disalurkan/dititipkan kepada Ketua RT di Dusun Jemblung sejumlah Rp. 1.850.000,-, yang beliau adalah koordinator bantuan untuk para korban, sekaligus beliau salah satu korban dengan 1 anaknya meninggal dalam peristiwa longsor.
2. Diberikan kepada orang tua/jompo salah satu korban sejumlah Rp. 100.000,-
3. Diberikan kepada salah seorang janda yang suaminya meninggal dalam peristiwa longsor, sejumlah Rp. 300.000,-
4. Diberikan kepada Ibu Khatimah sejumlah Rp. 500.000,-, beliau seorang janda yang rumahnya utuh (istri guru ngaji), dengan korban meninggal dari suaminya, anaknya yang berusia 7 tahun, ibu kandungnya, mertuanya dan ponakannya.
5. serta diberikan kepada yang lainnya sejumlah Rp. 135.000,-
    Total dana diserahkan : Rp. 2.885.000,- (dua juta delapan ratus delapan puluh lima ribu rupiah)

Alhamdulillah amanah sudah kami laksanakan, kepada semua pihak yang telah menyalurkan bantuannya kami ucapkan jazakumullahu khaira, semoga mendapat balasan dari Allah dengan sebaik-baik balasan. aamiin yaa robbal 'alamiin...

Kamis, 01 Januari 2015

Benarkah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam Hadir di majelis-majelis perayaan Maulid dan sejenisnya?


Benarkah Nabi kita hadir dalam majelis-majelis perayaan maulid[Hukum Berkumpul untuk acara Maulid dan Pengakuan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam hadir dalam majelis. Pent]
Soal 5: Apa hukum berkumpulnya orang-orang untuk acara Maulid dengan pengakuan mereka bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam menghadiri majelis-majelis mereka? Dan apakah perkumpulan ini sah secara syari’at? Dan apa yang sepantasnya bagi kita untuk melakukannya pada hari kelahiran Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam, dan kapan Beliau dilahirkan? Pada hari apa? Bulan apa? Tahun berapa? Dan apakah Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam hidup di dalam kuburnya sekarang ataukah tidak?
Jawab 5:

Berkumpulnya orang-orang untuk menghidupkan malam kelahiran/Maulid dan membaca sejarahnya adalah tidak disyari’atkan. Bahkan itu adalah bid’ah yang diada-adakan. Sedangkan pengakuan mereka; bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam menghadiri majelis-majelis mereka adalah kedustaan. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasalllam hidup di dalam kuburnya dengan kehidupan alam barzakh, merasakan kesenangan didalamnya dengan kenikmatan Jannah/Surga, dan bukan seperti kehidupan di dalam dunia. Sebab sesungguhnya Beliau telah wafat, dimandikan, dikafani, dan dishalati dengan shalat jenazah dan juga sudah dikubur sebagaimana yang lain. Dan Beliau orang yang pertama kali nanti dibangkitkan dari kuburnya pada hari kiamat. Dan sungguh Allah ta’ala telah berfirman mengajak bicara kepadanya: “Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” “Kemudian sesungguhnya kamu pada hari kiamat akan berbantah-bantah di hadapan Rabbmu.” [QS Az Zumar 39:30-31]
Dan Dia subhanahu berfirman: “Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati.” “Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” [QS Al Mukminun 23:15-16]
Wabillahi taufiq, washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa Alihi wa Shahbihi wasallam.
Al Lajnah Ad Daimah Lilbuhutsil ilmiyah wal ifta
Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Wakil ketua: Abdurrazaq Afifi
Anggota: Abdullah Ghudayan
Anggota: Abdullah bin Qu’ud

Alih Bahasa: Miftahudin bin Ahmad Nur Asbani
Selasa, 1 Rabi’ul Awal 1436 H

http://mahad-ibnulqoyyim.com/?p=158

Perayaan Maulid Rasulullah dalam sorotan Islam


Segala puji bagi Allah, semoga sholawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarganya, dan para sahabatnya, serta orang orang yang mendapat petunjuk dari Allah.
Telah berulang kali muncul pertanyaan tentang hukum upacara (ceremoni ) peringatan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam ; mengadakan ibadah tertentu pada malam itu, mengucapkan salam atas beliau dan berbagai macam perbuatan lainnya.
Jawabnya : Harus dikatakan, bahwa tidak boleh mengadakan kumpul kumpul / pesta pesta pada malam kelahiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan juga malam lainnya, karena hal itu merupakan suatu perbuatan baru (bid’ah ) dalam agama, selain Rasulullah belum pernah mengerjakanya, begitu pula Khulafaaurrasyidin, para sahabat lain dan para Tabi’in yang hidup pada kurun paling baik, mereka adalah kalangan orang orang yang lebih mengerti terhadap sunnah, lebih banyak mencintai Rasulullah dari pada generasi setelahnya, dan benar benar menjalankan syariatnya.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” ãä ÃÍÜÏË Ýí ÃãÜÑäÇ åÐÇ ãÇ áíÓ ãäÜå ÝåÜæ ÑÏ “¡ Ãí ãÜÑÏæÏ.
“Barang siapa mengada adakan ( sesuatu hal baru ) dalam urusan ( agama ) kami yang ( sebelumnya ) tidak pernah ada, maka akan ditolak”.
Dalam hadits lain beliau bersabda :
” Úáíßã ÈÓäÊí æÓäÉ ÇáÎáÝÇÁ ÇáÑÇÔÏíä ÇáãåÏííä ÈÚÏí¡ ÊãÓßæÇ ÈåÇ æÚÖæÇ ÚáíåÇ ÈÇáäæÇÌС æÅíÇßã æãÍÏËÇÊ ÇáÃãæÑ ÝÅä ßá ãÍÏËÉ ÈÏÚÉ æßá ÈÏÚÉ ÖáÇáÉ “.
“Kamu semua harus berpegang teguh pada sunnahku (setelah Al qur’an) dan sunnah Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk Allah sesudahku, berpeganglah dengan sunnah itu, dan gigitlah dengan gigi geraham kalian sekuat kuatnya, serta jauhilah perbuatan baru ( dalam agama ), karena setiap perbuatan baru itu adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu sesat” ( HR. Abu Daud dan Turmudzi ).
Maka dalam dua hadits ini kita dapatkan suatu peringatan keras, yaitu agar kita senantiasa waspada, jangan sampai mengadakan perbuatan bid’ah apapun, begitu pula mengerjakannya.
Firman Allah ta’ala dalam kitab-Nya :
] æãÇ ÂÊÇßã ÇáÑÓæá ÝÎÐæå æãÇ äåÇßã Úäå ÝÇäÊåæÇ æÇÊÞæÇ Çááå Åä Çááå ÔÏíÏ ÇáÚÞÇÈ [
“Dan apa yang dibawa Rasul kepadamu, maka terimalah ia, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah ia, dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah keras siksaan- Nya” ( QS. Al Hasyr 7 ).
] ÝáíÍÜÐÑ ÇáÐíä íÎÇáÝÜæä Úä ÃãÜÑå Ãä ÊÕíÈÜåã ÝÊäÉ Ãæ íÕíÈÜåã ÚÐÇÈ Ãáíã [
“Karena itu hendaklah orang orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau adzab yang pedih” ( QS. An Nur, 63 ).
] áÞÏ ßÇä áßã Ýí ÑÓæá Çááå ÃÓæÉ ÍÓäÉ áãä ßÇä íÑÌæ Çááå æÇáíæã ÇáÂÎÑ æÐßÑ Çááå ßËíÑÇ [
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang orang yang mengharap (rahmat ) Allah, dan ( kedatangan ) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah” ( QS. Al Ahzab,21 ).
] æÇáÓÇÈÞæä ÇáÃæáæä ãä ÇáãåÇÌÑíä æÇáÃäÕÇÑ æÇáÐíä ÇÊÈÚæåã ÈÅÍÓÇä ÑÖí Çááå Úäåã æÑÖæÇ Úäå æÃÚÏ áåã ÌäÇÊ ÊÌÑí ÊÍÊåÇ ÇáÃäåÇÑ ÎÇáÏíä ÝíåÇ ÃÈÏÇ Ðáß ÇáÝæÒ ÇáÚÙíã [
“Orang orang terdahulu lagi pertama kali (masuk Islam ) diantara orang orang Muhajirin dan Anshor dan orang orang yang mengikuti mereka dalam kebaikan itu, Allah ridho kepada mereka, dan merekapun ridho kepadaNya, serta Ia sediakan bagi mereka syurga syurga yang disana mengalir beberapa sungai, mereka kekal didalamnya, itulah kemenangan yang besar” ( QS, At taubah, 100 ).
] Çáíæã ÃßãáÊ áßã ÏíäßÜã æÃÊããÊ ÚáíßÜã äÚãÊí æÑÖíÊ áßÜã ÇáÅÓáÇã ÏíäÇ [
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu ni’matKu, dan telah Kuridlai Islam itu sebagai agama bagimu” ( QS. Al Maidah, 3 ).
Dan masih banyak lagi ayat ayat yang menerangkan kesempurnaan Islam dan melarang melakukan bid’ah karena mengada-adakan sesuatu hal baru dalam agama, seperti peringatan peringatan ulang tahun, berarti menunjukkan bahwasanya Allah belum menyempurnakan agamaNya buat umat ini, berarti juga Rasulullah itu belum menyampaikan apa apa yang wajib dikerjakan umatnya, sehingga datang orang orang yang kemudian mengada adakan sesuatu hal baru yang tidak diperkenankan oleh Allah, dengan anggapan bahwa cara tersebut merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Tidak diragukan lagi, bahwa cara tersebut terdapat bahaya yang besar, lantaran menentang Allah ta’ala, begitu pula ( lantaran ) menentang Rasulullah. Karena sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-Nya, dan telah mencukupkan ni’mat-Nya untuk mereka.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam telah menyampaikan risalahnya secara keseluruhan, tidaklah beliau meninggalkan suatu jalan menuju syurga, serta menjauhi diri dari neraka, kecuali telah diterangkan oleh beliau kepada seluruh ummatnya sejelas jelasnya.
Sebagaimana telah disabdakan dalam haditsnya, dari Ibnu Umar rodhiAllah ‘anhu bahwa beliau bersabda
” ãÇ ÈÚË Çááå ãä äÈí ÅáÇ ßÇä ÍÞÇ Úáíå Ãä íÏá ÃãÊå Úáì ÎíÑ ãÇ íÚáãå áåã æíäÐÑåã Úä ÔÑ ãÇ íÚáãå áåã “.
“Tidaklah Allah mengutus seorang Nabi, melainkan diwajibkan baginya agar menunjukkan kepada umatnya jalan kebaikan yang telah diajarkan kepada mereka, dan memperingatkan mereka dari kejahatan ( hal hal tidak baik ) yang telah ditunjukkan kepada mereka” ( HR. Muslim ).
Tidak dapat dipungkiri, bahwasanya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah Nabi terbaik diantara Nabi Nabi lain, beliau merupakan penutup bagi mereka ; seorang Nabi paling lengkap dalam menyampaikan da’wah dan nasehatnya diantara mereka itu semua.
Jika seandainya upacara peringatan maulid Nabi itu betul betul datang dari agama yang diridloi Allah, niscaya Rasulullah menerangkan kepada umatnya, atau beliau menjalankan semasa hidupnya, atau paling tidak, dikerjakan oleh para sahabat. Maka jika semua itu belum pernah terjadi, jelaslah bahwa hal itu bukan dari ajaran Islam sama sekali, dan merupakan seuatu hal yang diada adakan ( bid’ah ), dimana Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan kepada umatnya agar supaya dijauhi, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam dua hadits diatas, dan masih banyak hadits hadits lain yang senada dengan hadits tersebut, seperti sabda beliau dalam salah satu khutbah Jum’at nya :
” ÃãÇ ÈÚÏ¡ ÝÅä ÎíÑ ÇáÍÏíË ßÊÇÈ Çááå¡ æÎíÑ ÇáåÏí åÏí ãÍãÏ Õáì Çááå Úáíå æÓáã æÔÑ ÇáÃãæÑ ãÍÏËÇÊåÇ¡ æßá ÈÏÚÉ ÖáÇáÉ “.
“Adapun sesudahnya, sesungguhnya sebaik baik perkataan ialah kitab Allah (Al Qur’an), dan sebaik baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan sejelek jelek perbuatan ( dalam agama) ialah yang diada adakan (bid’ah), sedang tiap tiap bid’ah itu kesesatan” ( HR. Muslim ).
Masih banyak lagi ayat ayat Al Qur’an serta hadits hadits yang menjelaskan masalah ini, berdasarkan dalil dalil inilah para ulama bersepakat untuk mengingkari upacara peringatan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan memperingatkan agar waspada terhadapnya.
Tetapi orang orang yang datang kemudian menyalahinya, yaitu dengan membolehkan hal itu semua selama di dalam acara itu tidak terdapat kemungkaran seperti berlebih lebihan dalam memuji Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, bercampurnya laki laki dan perempuan (yang bukan mahram), pemakaian alat alat musik dan lain sebagainya dari hal hal yang menyalahi syariat, mereka beranggapan bahwa ini semua termasuk bid’ah hasanah padahal kaidah syariat mengatakan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan oleh manusia hendaknya dikembalikan kepada Al Qur’an dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman :
] íÇ ÃíåÇ ÇáÐíä ÂãäæÇ ÃØíÚæÇ Çááå æÃØíÚæÇ ÇáÑÓæá æÃæáí ÇáÃãÑ ãäßã ÝÅä ÊäÇÒÚÊã Ýí ÔíÁ ÝÑÏæå Åáì Çááå æÇáÑÓæá Åä ßäÊã ÊÄãäæä ÈÇááå æÇáíæã ÇáÂÎÑ Ðáß ÎíÑ æÃÍÓä ÊÃæíáÇ [
“Hai orang orang yang beriman, taatilah Allah, dan taatilah Rasul (Nya), dan Ulil Amri ( pemimpin) diantara kamu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah ( Al Qur’an ) dan Rasul ( Al Hadits), jika kamu benar benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama ( bagimu ) dan lebih baik akibatnya” ( QS. An nisa’, 59 ).
] æãÇ ÇÎÊáÝÊã Ýíå ãä ÔíÁ ÝÍßãå Åáì Çááå Ðáßã Çááå ÑÈí Úáíå ÊæßáÊ æÅáíå ÃäíÈ [
“Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka putusannya (terserah ) kepada Allah ( yang mempunyai sifat sifat demikian ), itulah Tuhanku, Kepada -Nya- lah aku bertawakkal dan kepada –Nya- lah aku kembali” ( QS. Asy syuro, 10 ).
Ternyata setelah masalah ini (hukum upacara maulid Nabi) kita kembalikan kepada kitab Allah ( Al Qur’an ), kita dapatkan suatu perintah yang menganjurkan kita agar mengikuti apa apa yang dibawa oleh Rasulullah, menjauhi apa apa yang dilarang oleh beliau, dan (Al Qur’an ) memberi penjelasan pula kepada kita bahwasanya Allah subhaanahu wa ta’ala telah menyempurnakan agama umat ini.
Dengan demikian upacara peringatan maulid Nabi ini tidak sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia bukan dari ajaran agama yang telah disempurnakan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala kepada kita, dan diperintahkan agar mengikuti sunnah Rasul, ternyata tidak terdapat keterangan bahwa beliau telah menjalankannya, (tidak) memerintahkannya, dan (tidak pula) dikerjakan oleh sahabat sahabatnya.
Berarti jelaslah bahwasanya hal ini bukan dari agama, tetapi ia adalah merupakan suatu perbuatan yang diada adakan, perbuatan yang menyerupai hari hari besar ahli kitab, Yahudi dan Nasrani.
Hal ini jelas bagi mereka yang mau berfikir, berkemauan mendapatkan yang haq, dan mempunyai keobyektifan dalam membahas ; bahwa upacara peringatan maulid Nabi bukan dari ajaran agama Islam, melainkan merupakan bid’ah bid’ah yang diada adakan, dimana Allah memerintahkan RasulNya agar meninggalkanya dan memperingatkan agar waspada terhadapnya, tak layak bagi orang yang berakal tertipu karena perbuatan perbuatan tersebut banyak dikerjakan oleh orang banyak diseluruh jagat raya, sebab kebenaran (Al Haq) tidak bisa dilihat dari banyaknya pelaku (yang mengerjakannya), tetapi diketahui atas dasar dalil dalil syara’.
Sebagaimana Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman tentang orang orang Yahudi dan Nasrani :
] æÞÇáæÇ áä íÏÎá ÇáÌäÉ ÅáÇ ãä ßÇä åæÏÇ Ãæ äÕÇÑì Êáß ÃãÇäíåã Þá åÇÊæÇ ÈÑåÇäßã Åä ßäÊã ÕÇÏÞíä [
“Dan mereka ( Yahudi dan Nasrani ) berkata : sekali kali tak (seorangpun ) akan masuk sorga, kecuali orang orang yang beragama Yahudi dan Nasrani. Demikian itu (hanya) angan angan mereka yang kosong belaka ; katakanlah : tunjukkanlah bukti kebenaranmu, jika kamu orang orang yang benar” ( QS. Al Baqarah, 111 ).
] æÅä ÊØÚ ÃßËÑ ãä Ýí ÇáÃÑÖ íÖáæß Úä ÓÈíá Çááå Åä íÊÈÚæä ÅáÇ ÇáÙä æÅä åã ÅáÇ íÎÑÕæä [
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang orang yang berada dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah ; mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak lain hanyalah menyangka-nyangka” ( QS. Al An’am, 116 ).
Lebih dari itu, upacara peringatan maulid Nabi ini – selain bid’ah –tidak lepas dari kemungkaran kemungkaran, seperti bercampurnya laki laki dan perempuan ( yang bukan mahram ), pemakaian lagu lagu dan bunyi bunyian, minum minuman yang memabukkan, ganja dan kejahatan kejahatan lainya yang serupa.
Kadangkala terjadi juga hal yang lebih besar dari pada itu, yaitu perbuatan syirik besar, dengan sebab mengagung agungkan Rasulullah secara berlebih lebihan atau mengagung agungkan para wali, berupa permohonan do’a, pertolongan dan rizki. Mereka percaya bahwa Rasul dan para wali mengetahui hal hal yang ghoib, dan macam macam kekufuran lainnya yang sudah biasa dilakukan orang banyak dalam upacara malam peringatan maulid Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam itu.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” ÅíÇßã æÇáÛáæ Ýí ÇáÏíä¡ ÝÅäãÇ Ãåáß ãä ßÇä ÞÈáßã ÇáÛáæ Ýí ÇáÏíä “.
“Janganlah kalian berlebih lebihan dalam agama, karena berlebih lebihan dalam agama itu telah menghancurkan orang orang sebelum kalian”.
” áÇ ÊØÑæäí ßãÇ ÃØÑÊ ÇáäÕÇÑì ÇÈä ãÑíã¡ ÅäãÇ ÃäÇ ÚÈÏ¡ ÝÞæáæÇ ÚÈÏ Çááå æÑÓæáå ” ÑæÇå ÇáÈÎÇÑí Ýí ÕÍíÍå ãä ÍÏíË ÚãÑ ÑÖí Çááå Úäå.
“Janganlah kalian berlebih lebihan dalam memujiku sebagaimana orang orang Nasrani memuji anak Maryam, Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka katakanlah : hamba Allah dan Rasul Allah” ( HR. Bukhori dalam kitab shohihnya, dari hadits Umar, Radliyallahu ‘anhu ).
Yang lebih mengherankan lagi yaitu banyak diantara manusia itu ada yang betul betul giat dan bersemangat dalam rangka menghadiri upacara bid’ah ini, bahkan sampai membelanya, sedang mereka berani meninggalkan sholat Jum’at dan sholat jama’ah yang telah diwajibkan oleh Allah kepada mereka, dan sekali kali tidak mereka indahkan. Mereka tidak sadar kalau mereka itu telah mendatangkan kemungkaran yang besar, disebabkan karena lemahnya iman kurangnya berfikir, dan berkaratnya hati mereka, karena bermacam macam dosa dan perbuatan maksiat. Marilah kita sama sama meminta kepada Allah agar tetap memberikan limpahan karuniaNya kepada kita dan kaum muslimin.
Diantara pendukung maulid itu ada yang mengira, bahwa pada malam upacara peringatan tersebut Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam datang, oleh kerena itu mereka berdiri menghormati dan menyambutnya, ini merupakan kebatilan yang paling besar, dan kebodohan yang paling nyata. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak akan bangkit dari kuburnya sebelum hari kiamat, tidak berkomunikasi kepada seorangpun, dan tidak menghadiri pertemuan pertemuan umatnya, tetapi beliau tetap tinggal didalam kuburnya sampai datang hari kiamat, sedangkan ruhnya ditempatkan pada tempat yang paling tinggi (‘Illiyyin ) di sisi TuhanNya, itulah tempat kemuliaan.
Firman Allah dalam Al Qur’an :
] Ëã Åäßã ÈÚÏ Ðáß áãíÊæä Ëã Åäßã íæã ÇáÞíÇãÉ ÊÈÚËæä [
“Kemudian sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian pasti mati, kemudian sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan ( dari kuburmu ) di hari kiamat” ( QS. Al Mu’minun, 15-16 ).
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” ÃäÇ Ãæá ãä íäÔÞ Úäå ÇáÞÈÑ íæã ÇáÞíÇãÉ¡ æÃäÇ Ãæá ÔÇÝÚ æÃæá ãÔÝÚ ”
“Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan / dibangunkan diantara ahli kubur pada hari kiamat, dan aku adalah orang yang pertama kali memberi syafa’at dan diizinkan memberikan syafa’at”.
Ayat dan hadits diatas, serta ayat ayat dan hadits hadits yang lain yang semakna menunjukkan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan mayat mayat yang lainnya tidak akan bangkit kembali kecuali sesudah datangnya hari kebangkitan. Hal ini sudah menjadi kesepakatan para ulama, tidak ada pertentangan diantara mereka.
Maka wajib bagi setiap individu muslim memperhatikan masalah masalah seperti ini, dan waspada terhadap apa apa yang diada adakan oleh orang orang bodoh dan kelompoknya, dari perbuatan perbuatan bid’ah dan khurafat khurafat, yang tidak diturunkan oleh Allah subhaanahu wa ta’ala. Hanya Allah lah sebaik baik pelindung kita, kepada-Nyalah kita berserah diri dan tidak ada kekuatan serta kekuasaan apapun kecuali kepunyaan-Nya.
Sedangkan ucapan sholawat dan salam atas Rasulullah adalah merupakan pendekatan diri kepada Allah yang paling baik, dan merupakan perbuatan yang baik, sebagaimana firman Allah dalam Al Qur’an :
] Åä Çááå æãáÇÆßÊå íÕáæä Úáì ÇáäÈí íÇ ÃíåÇ ÇáÐíä ÂãäæÇ ÕáæÇ Úáíå æÓáãæÇ ÊÓáíãÇ [
“Sesungguhnya Allah dan Malaikat malaikatNya bersholawat kepada Nabi, hai orang orang yang beriman, bersholawatlah kalian atas Nabi dan ucapkanlah salam dengan penghormatan kepadanya” ( QS. Al Ahzab, 56 ).
Dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
” ãä Õáì Úáí æÇÍÏÉ Õáì Çááå Úáíå ÈåÇ ÚÔÑÇ “.
“Barang siapa yang mengucapkan sholawat kepadaku sekali, maka Allah akan bersholawat ( memberi rahmat ) kepadanya sepuluh kali lipat.”
Sholawat itu disyariatkan pada setiap waktu, dan hukumnya Muakkad jika diamalkan pada ahir setiap sholat, bahkan sebagian para ulama mewajibkannya pada tasyahud ahir di setiap sholat, dan sunnah muakkadah pada tempat lainnya, diantaranya setelah adzan, ketika disebut nama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, pada hari Jum’at dan malamnya, sebagaimana hal itu diterangkan oleh hadits hadits yang cukup banyak jumlahnya.
Allah lah tempat kita memohon, untuk memberi taufiq kepada kita sekalian dan kaum muslimin, dalam memahami agama Nya, dan memberi mereka ketetapan iman, semoga Allah memberi petunjuk kepada kita agar tetap kosisten dalam mengikuti sunnah, dan waspada terhadap bid’ah, karena Dialah MahaPemurah dan MahaMulia, semoga pula sholawat dan salam selalu dilimpahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
(Dikutip dari ÇáÍÐÑ ãä ÇáÈÏÚ Tulisan Syaikh Abdullah Bin Abdul Aziz Bin Baz, Mufti Saudi Arabia. Penerbit Departemen Agama Saudi Arabia. Edisi Indonesia “Waspada terhadap Bid’ah”)

http://salafy.or.id/blog/2004/01/25/perayaan-maulid-rasulullah-dalam-sorotan-islam/

Diantara sekian kerusakan perayaan Maulid Nabi





Di dalam kitab beliau, Minhaj Al-Firqoh An-Najiyah wat Thoifah Al-Manshuroh, Asy-Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu menjelaskan kerusakan dan penyimpangan acara peringatan Maulid Nabi. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama: Kebanyakan orang-orang yang mengadakan peringatan Maulid terjatuh pada perbuatan syirik, yakni ketika mereka menyanyikan bait-bait syair (nasyid-nasyid atau qosidah) pujian kepada Rasulullah dalam acara itu (yang sering di sebut sholawatan). Mereka mengatakan:
“Wahai Rasulullah, berilah kami pertolongan dan bantuan.
Wahai Rasulullah, engkaulah sandaran kami.
Wahai Rasulullah, hilangkanlah derita kami.
Tiadalah derita itu melihatmu, kecuali ia akan melarikan diri. “
Sungguh, seandainya saja Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam hidup dan mendengar nyanyian tersebut, tentu beliau akan menghukuminya dengan syirik besar (bahkan beliau pasti akan melarang mereka dari perbuatan tersebut). Mengapa? Karena pemberian pertolongan, tempat sandaran dan pembebasan dari segala derita hanyalah Allah Ta’ala saja.
Allah Ta’ala berfirman:
أَمَّن يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan (siapakah pula) yang menghilangkan kesusahan….”(QS. An-Naml: 62).
Allah Ta’ala memerintahkan Rasulullah shollahu ‘alaihi wa sallam agar menyampaikan kepada segenap manusia:
Ç
قُلْ إِنِّي لَا أَمْلِكُ لَكُمْ ضَرًّا وَلَا رَشَدًا
“Katakanlah (Wahai Muhammad): “Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan suatu kemudharatan pun kepadamu dan tidak pula suatu kemanfaatan….” (QS. Al-Jin: 21).
Bahkan Nabi Muhammad shollahu ‘alaihi wa sallam sendiripun bersabda (dalam rangka memberi nasehat kepada Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dan juga umat beliau lainnya):
“Bila engkau meminta, mintalah kepada Allah. Dan apabila engkau meminta pertolongan, maka mintalah pertolongan kepada Allah). “ HR. At-Tirmidzi, dan beliau berkata: “Hadits ini Hasan Shohih”).
Kedua: Mayoritas perayaan maulid yang diadakan itu didalam terdapat sikap Al-Ithro’ (berlebih-lebihan) dan menambah-nambah dalam menyanjung (memuji) Nabi shollallahu ‘alahi wa sallam. Padahal Nabi sholallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal tersebut dalam sabda beliau:
“Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku tak lebih hanya seorang hamba, maka katakanlah (tentang aku) ‘Abdulllah (Hamba Allah) dan Rasul-Nya!’“ (HR. Al-Bukhari).
Kemudian dalam acara Maulid itu juga, sering dibacakan kitab Diba’ yang berisi sejarah perjuangan Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam salah satu syair kitab ini menceritakan dan di yakini bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan Nabi Muhammad sholallahu ‘alahi wa sallam dari cahaya-Nya, lalu Ia menciptakan segala sesuatu dari Nur Muhammad (cahaya Muhammad).
Sungguh ini adalah ucapan dusta. Sebaliknya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu justru diciptakan Allah dengan perantara seorang bapak dan ibu. Beliau adalah manusia biasa yang dimuliakan dengan diberi wahyu oleh Allah.
Bahkan mereka juga menyenandungkan syair Diba’ yang menyatakan bahwa Allah menciptakan alam semesta ini kerena Muhammad. Inipun juga ucapan dusta, karena Allah Ta’ala justru berfirman:
æóãóÇ Îóá
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku. “(QS. Adz-Dzaariyaat: 56).
Ketiga: Dalam acara perayaan atau peringatan maulid Nabi itu banyak terjadi ikhthilat, (bercampur laki-laki dan wanita dalam satu tempat, tanpa adanya hijab/tabir pemisah diantara mereka), padahal ini diharamkan dalam syariat agama kita.
Keempat: Dalam penyelenggaraan acara maulid Nabi ini, sering terjadi sikap tabzdir (pemborosan harta), baik untuk biaya dekorasi, konsumsi, transportasi dan sebagainya yang terkadang mencapai jumlah jutaan. Uang sebanyak itu habis dalam sekejap padahal mengumpulkannya sering dengan susah-payah, dan sesungguhnya hal itu lebih dibutuhkan umat Islam untuk keperluan lainnya, seperti membantu fakir-miskin, memberi beasiswa belajar bagi anak-anak yatim dan sebagainya.
Kelima: Waktu yang digunakan untuk mempersiapkan dekorasi, konsumsi dan transportasi sering membuat lengah atau lalai para panitia peringatan maulid, sehingga tidak jarang mereka sampai meninggalkan sholat berjamaah dengan alasan sibuk atau yang lainnya.
Dan tak jarang pula acara peringatan Maulid itu berlangsung hingga larut malam, akibatnya banyak di kalangan mereka tidak sholat Subuh berjamaah di masjid (karena bangun kesiangan) atau bahkan ada yang tidak Subuh sama sekali.
Keenam: Merayakan maulid (hari kelahiran) adalah sikap tasyabbuh (meniru atau menyerupai) orang-orang kafir. Mengapa? Lihatlah, orang-orang Nasrani punya tradisi memperingati natal (hari kelahiran) Isa Al-Masih, dan juga hari Natal atau ulang tahun setiap anggota keluarga mereka. Lalu, umat Islam pun ikut-ikutan merayakan bid’ah tersebut. Padahal, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam mengingatkan kita:
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka. “(HR. Abu Dawud, shahih).
Ketujuh: Sudah menjadi tradisi dalam peringatan maulid itu, bahwa di akhir bacaan maulid, sebagian hadirin berdiri, karena mereka menyakini bahwa pada waktu itu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam hadir dalam majelis mereka. Sungguh ini adalah kedustaan yang nyata. Mengapa? Ya karena Allah Ta’ala berfirman:
وَمِن وَرَائِهِم بَرْزَخٌ إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ
“Dan di hadapan mereka (orang-orang yang telah mati) ada barzakh (dinding) sampai hari mereka dibangkitkan. “(QS. Al-Mu’minin: 100).
Yang dimaksud barzakh (dinding) pada saat tersebut adalah pembatasan antara dunia dan akhirat, sehingga tidak mungkin orang yang telah mati bangkit atau ruhnya yang bangkit.
Di samping itu, seandainya Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam masih hidup, tentu beliau tidak senang di sambut dengan cara berdiri menghormat beliau, sebagaimana dinyatakan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu:
“Tidak ada seorang pun yang lebih dicintai oleh para sahabat daripada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Tetapi jika mereka melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka tidak berdiri untuk (menghormati) beliau, karena mereka mengetahui bahwa Rasulullah membenci hal tersebut. “(HR. Ahmad dan At-Tirmidzi, shohih)
Maroji’:
Minhaj Al-Firqoh An-Najiyah, karya Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu.
Sumber:
BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya Edisi: 15 / Robi’ul Awal / 1425
(Dikutip dari situs http://www.darussalaf.org/index.php?name=News&file=article&sid=629)
http://salafy.or.id/blog/2007/03/29/diantara-sekian-kerusakan-perayaan-maulid-nabi/

Fatwa Ulama Besar Seputar Maulid Nabi




Para pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa wajib atas setiap muslim dan muslimah untuk cinta kepada Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam-. Bahkan tidak akan sempurna keimanan seseorang hingga ia mencintai Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, melebihi kecintaannya kepada orang tuanya, anak-anaknya, bahkan seluruh manusia. Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga aku lebih dicintai daripada orang tuanya, anak-anaknya, dan seluruh manusia.” [HR. Bukhariy (15), dan Muslim (44)]
Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu -hafizhahullah- berkata, “Hadits ini memberikan faedah kepada kita bahwasanya keimanan tidak akan sempurna hingga seseorang mencintai Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- melebihi kecintaannya kepada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia.” [Lihat Minhajul Firqatun Najiyah (hal. 111)]
Setelah kita mengetahui hal ini, lalu bagaimana cara mencintai Nabi-Shallallahu ‘alaihi wasallam-? Cinta kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah dengan mengikuti syari’at beliau. Tidaklah dibenarkan bagi seseorang untuk mengada-adakan suatu perkara baru dalam syariat beliau, dengan anggapan hal tersebut bisa mendekatkan diri kepada Allah atau suatu bentuk kecintaan kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- , atau itu adalah bid’ah hasanah. Padahal semua bid’ah dalam agama adalah sesat dan buruk !!
Di edisi kali ini, kami akan bawakan fatwa ulama besar berkenaan dengan perkara yang dianggap oleh sebagian orang merupakan bentuk kecintaan kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, padahal perkara tersebut tidak ada dasarnya sama sekali dalam syari’at yang mulia ini dan bukan pula bentuk kecintaan kepada Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-, yakni perayaan maulid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- .
* Fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Baaz (mantan mufti di sebuah negeri Timur Tengah), ditanya tentang hukum perayaan maulid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- .
Syaikh bin Baaz-rahimahullah- menjawab, “Tidaklah dibenarkan seorang merayakan hari lahir (maulid) Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- dan hari kelahiran lainnya, karena hal tersebut termasuk bid’ah yang baru diada-adakan dalam agama. Padahal sesungguhnya Rasul -Shallallahu ‘alaihi wasallam- , para Khalifah Ar-Rasyidin dan selainnya dari kalangan sahabat tidak pernah melakukan perayaan tersebut dan tidak pula para tabi’in yang mengikuti mereka dalam kebaikan di zaman yang utama lagi terbaik. Mereka adalah manusia yang paling tahu tentang Sunnah, paling sempurna cintanya kepada Nabi dan ittiba’-nya (keteladanannya) terhadap syariat beliau dibandingkan orang-orang setelah mereka.
Telah shahih (sebuah hadits) dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, beliau bersabda,
“Barang siapa yang membuat-buat perkara baru dalam agama ini yang bukan bagian dari agama ini, maka hal itu tertolak”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (2697) dan Muslim(1718)]
Beliau juga bersabda, “Wajib atas kalian berpegang kepada sunnahku dan sunnah para khalifah ar rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. Peganglah ia kuat-kuat dan gigit dengan gigi geraham. Berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru yang diada-adakan, karena semua perkara baru itu adalah bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat.” [Abu Dawud (4617), At-Tirmidziy (2676), dan Ibnu Majah (42). Di-shohih-kan Al-Albaniy dalam Shahih Al-Jami’ (2546)]
Jadi, dalam dua hadits yang mulia ini terdapat peringatan yang keras dari berbuat bid’ah dan mengamalkannya. Allah -Ta’ala- berfirman,
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Apa saja yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah; dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya .” (QS. Al-Hasyr :7).
Allah -Ta’ala- berfirman,
الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS.An-Nur :63).
Allah -Ta’ala- berfirman,
لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS.Al-Ahzab :21).
Allah -Ta’ala- berfirman,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari Ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS.Al-Maidah :3).
Membuat perkara baru -semacam maulid- ini akan memberikan sangkaan bahwa Allah -Ta’ala- belum menyempurnakan agama untuk umat ini, dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- belum menyampaikan kepada umatnya apa yang pantas untuk mereka amalkan, sehingga datanglah orang-orang belakangan ini membuat-buat perkara baru dalam syariat Allah apa yang tidak diridhoi Allah, dengan sangkaan hal tersebut bisa mendekatkan diri mereka kepada Allah. Padahal perkara ini –tanpa ada keraguan- adalah bahaya yang sangat besar, termasuk penentangan kepada Allah dan Rasul-Nya. Padahal sungguh Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hamba-Nya; Allah telah menyempurnakan nikmat-Nya atas mereka dan Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sungguh telah menyampaikan syariat ini dengan terang dan jelas. Beliau tidaklah meninggalkan suatu jalan yang bisa mengantarkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali beliau telah sampaikan kepada umatnya, sebagaimana dalam hadits yang shahih dari sahabat Abdullah bin Amer -radhiyallahu ‘anhu-, beliau berkata, Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda,
“Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, kecuali wajib atasnya untuk menunjukkan kebaikan atas umatnya apa yang ia telah ketahui bagi mereka, dan memperingatkan mereka dari kejelekan yang ia ketahui bagi mereka.” [HR.Muslim dalam Shohih-nya (1844)]
Suatu hal yang dimaklumi bersama, Nabi kita -Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah Nabi yang paling utama, penutup para nabi dan yang paling sempurna penyampaiannya dan nasihatnya. Andaikata perayaan maulid ini termasuk agama yang diridhoi Allah, niscaya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- akan jelaskan kepada umatnya atau pernah melaksanakannya atau setidaknya para sahabat pernah melakukannya. Akan tetapi, tatkala hal tersebut tidak pernah sama sekali mereka lakukan, maka diketahuilah hal tersebut bukanlah dari Islam sedikit pun juga, bahkan dia termasuk dari perkara-perkara baru yang telah diperingatkan bahayanya oleh Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- sebagaimana dalam dua hadits yang tersebut di atas. Hadits-hadits lain yang semakna dengannya telah datang (dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-), seperti sabda beliau dalam khutbah jum’at:
“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-sebaik petunjuk adalah petunjuk Muhammad -Shallallahu ‘alaihi wasallam-, sejelek-jeleknya perkara adalah yang diada-adakan dan setiap bid’ah adalah sesat.” [HR.Muslim Shohih-nya (867)]
Demikian fatwa dari Syaikh Abdul Aziz bin Baaz -rahimahullah-, Anda bisa lihat dalam kitab Majmu’ Fatawa As-Syaikhbin Baz (1/183), dan Al-Bida’ wal Muhdatsat (hal 619-621).
* Syaikh Abdul Aziz bin Baaz juga ditanya, “Apa hukum menyampaikan nasihat atau ceramah pada hari maulid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-?
Syaikh bin Baaz menjawab, “Amar ma’ruf nahi mungkar, memberikan bimbingan dan arahan kepada manusia, menjelaskan kepada mereka tentang agama mereka, dan memberikan nasihat kepada mereka dengan sesuatu yang bisa melembutkan hati mereka adalah perkara yang disyariatkan pada setiap waktu, karena adanya perintah untuk perkara tersebut datang secara mutlak, tanpa ada pengkhususan waktu tertentu.
Allah -Ta’ala-berfirman,
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS.Al-Maidah : 104).
Allah -Ta’ala- berfirman,
ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS.An-Nahl :125).
Allah juga menjelaskan keadaan orang-orang munafik dan sikap para da’i (penyeru) diantara mereka,
“Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri. Kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: “Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna”. Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka dengan perkataan yang berbekas pada jiwa mereka.” (QS. An-Nisa’: 61-63); dan ayat-ayat lain.
Jadi, Allah memerintahkan untuk berdakwah dan memberikan nasihat secara mutlak, tidak mengkhususkannya pada waktu tertentu. Sekalipun nasihat dan bimbingan ini semakin dianjurkan ketika ada tuntutan kepadanya, seperti khutbah Jum’at dan hari Ied, karena warid (datang)-nya hal tersebut dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- .Demikian pula ketika melihat suatu kemungkaran, ini berdasarkan sabda Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-,
“Barang siapa diantara kalian yang melihat kemungkaran, maka hendaklah dia mengubahnya dengan tangannya. Jika dia tidak mampu, maka dengan lisannya. Jika dia tidak mampu, maka dengan hatinya. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman.” [HR.Muslim (49)]
Adapun pada hari maulid, maka di dalamnya tidak boleh ada suatu pengkhususan dengan suatu ibadah tertentu yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya, adanya nasihat, bimbingan, pembacaan kisah maulid, karena Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- tidak pernah mengkhususkan hal tersebut dengan perkara-perkara tersebut. Andaikan hal tersebut baik, niscaya Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- adalah orang yang paling pantas untuk (melakukan) hal tersebut. Akan tetapi nyatanya beliau tidak pernah melakukannya. Menunjukkan bahwa adanya pengkhususan-pengkhususan tersebut dengan ceramah, pembacaan kisah maulid atau selainnya termasuk perkara-perkara bid’ah. Telah shahih dari Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bahwa beliau bersabda,
“Barang siapa yang membuat-buat perkara baru dalam agama ini yang bukan bagian dari agama ini, maka hal itu tertolak”. [HR. Al-Bukhariy dalam Shohih-nya (2697) dan Muslim(1718)]
Demikian pula halnya para sahabat, mereka tidak pernah melakukan hal tersebut, padahal mereka adalah manusia yang paling tahu tentang Sunnah dan paling bersemangat untuk mengamalkannya”. [Lihat Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah (5591), dan Al-Bida’ wa Al-Muhdatsat wa ma laa Ashla lahu (628-630)]
Jadi, maulid bukanlah sarana syar’i dalam beribadah dan mencintai Nabi -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Tapi ia adalah ajaran baru yang disusupkan oleh para pelaku bid’ah dan kebatilan . Bid’ah perayaan hari lahir (ulang tahun) secara umum serta perayaan hari lahir Nabi-Shallallahu ‘alaihi wasallam- (maulid) secara khusus, tidak muncul, kecuali pada zaman Al-Ubaidiyyun pada tahun 362 H.
Ulama’ bermadzhab Syafi’iyyah, Al-Hafizh Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- dalam Al-Bidayah wa An-Nihayah (11/127) berkata, “Sesungguhnya pemerintahan Al-Fathimiyyun Al-Ubaidiyyun yang bernisbah kepada Ubaidillah bin Maimun Al-Qoddah, seorang Yahudi yang memerintah di Mesir dari tahun 357 – 567 H, mereka memunculkan banyak hari-hari raya. Diantaranya perayaan maulid Nabi -Shallallahu ‘alaihi wasallam-”.
Sumber : Buletin Jum’at Al-Atsariyyah edisi 79 Tahun II. Penerbit : Pustaka Ibnu Abbas. Alamat : Pesantren Tanwirus Sunnah, Jl. Bonto Te’ne No. 58, Kel. Borong Loe, Kec. Bonto Marannu, Gowa-Sulsel. HP : 08124173512 (a/n Ust. Abu Fa’izah). Pimpinan Redaksi/Penanggung Jawab : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Dewan Redaksi : Santri Ma’had Tanwirus Sunnah – Gowa. Editor/Pengasuh : Ust. Abu Fa’izah Abdul Qadir Al Atsary, Lc. Layout : Abu Dzikro. Untuk berlangganan/pemesanan hubungi : Ilham Al-Atsary (085255974201). (infaq Rp. 200,-/exp)
(Dikutip dari situs http://almakassari.com/?p=321, judul asli Fatwa Ulama Besar Seputar Maulid)

http://salafy.or.id/blog/2009/02/22/fatwa-ulama-besar-seputar-maulid-nabi/ 

Hukum Memperingati Maulid Nabi


Sungguh banyak sekali pertanyaan yang diajukan oleh kebanyakan kaum muslimim tentang hukum memperingati Maulid Nabi Muhammad sholallahu ‘alahi wa sallam dan hukum mengadakannya setiap kelahiran beliau.
Adapun jawabannya adalah : TIDAK BOLEH merayakan peringatan maulid nabi karena hal itu termasuk bid’ah yang diada-adakan dalam agama ini, karena Rasulullah tidak pernah merayakannya, tidak pula para Khulafaur Rasyidin dan para Sahabat, serta tidak pula para tabi’in pada masa yang utama, sedangkan mereka adalah manusia yang paling mengerti dengan As-Sunnah, paling cinta kepada Rasulullah, dan paling ittiba’ kepada syari’at beliau dari pada orang–orang sesudah mereka.
Dan sungguh telah tsabit (tetap) dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda : “Barang siapa mengadakan perkara baru dalam (agama) kami ini yang tidak ada asal darinya, maka perkara itu tertolak. “(HR. Bukhari Muslim).
Dan beliau telah bersabda dalam hadits yang lain : “(Ikutilah) sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk sesudahku. Peganglah (kuat-kuat) dengannya, gigitlah sunnahnya itu dengan gigi gerahammu. Dan jauhilah perkara-perkara yang diadakan-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat. (HR. Tirmidzi dan dia berkata : Hadits ini hasan shahih).
Dalam kedua hadits ini terdapat peringatan yang keras terhadap mengada-adakan bid’ah dan beramal dengannya. Sungguh Alloh telah berfirman :
وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا ۚ
“Apa yang telah diberikan Rasul kepadamu, maka ambillah dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. “(QS. Al-Hasyr : 7).
Alloh juga berfirman :
الَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِي
“Maka hendaknya orang yang menyalahi perintah-Nya, takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. “(QS. AN-Nuur : 63).
Allah juga berfirman :
وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُم بِإِحْسَانٍ رَّضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ۚ ذَٰلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah. Dan Allah menyediakan untuk mereka surga-surga yang di bawahnya ada sungai-sungai yang mengalir, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar. “(QS. At-Taubah : 100).
Allah juga berfirman :
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agamamu. “(QS. Al Maidah : 3). Dan masih banyak ayat yang semakna dengan ini.
Mengada-adakan Maulid berarti telah beranggapan bahwa Allah ta’ala belum menyempurnakan agama ini dan juga (beranggapan) bahwa Rasulullah belum menyampaikan seluruh risalah yang harus diamalkan oleh umatnya. Sampai datanglah orang-orang mutaakhirin yang membuat hal-hal baru (bid’ah) dalam syari’at Allah yang tidak diijinkan oleh Allah.
Mereka beranggapan bahwa dengan maulid tersebut dapat mendekatkan umat islam kepada Allah. Padahal, maulid ini tanpa di ragukan lagi mengandung bahaya yang besar dan menentang Allah dan Rasul-Nya karena Allah telah menyempurnan agama Islam untuk hamba-Nya dan Rasulullah telah menyempurnakan seluruh risalah sampai tak tertinggal satupun jalan yang dapat menghubungkan ke surga dan menjauhkan dari neraka, kecuali beliau telah meyampaikan kepada umat ini.
Sebagimana dalam hadits shohih disebutkan, dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah Allah mengutus seorang nabi kecuali wajib atas nabi itu menunjukkan kebaikan dan memperingatkan umatnya dari kejahatan yang Allah ajarkan atasnya. “(HR. Muslim).
Dan sudah diketahui bahwa Nabi kita adalah Nabi yang paling utama dan penutup para Nabi. Beliau adalah Nabi yang paling sempurna dalam menyampaikan risalah dan nasehat. Andaikata perayaan maulid termasuk dari agama yang diridhoi oleh Allah, maka pasti Rasulullah akan menerangkan hal tersebut kapada umatnya atau para sahabat melakukannya setelah wafatnya beliau.
Namun, karena tidak terjadi sedikitpun dari maulid saat itu, dapatlah di ketahui bahwa Maulid bukan berasal dari Islam, bahkan termasuk dalam bid’ah yang telah Rasulullah peringatkan darinya kepada umat beliau. Sebagaimana dua hadits yang telah lalu. Dan ada juga hadits yang semakna dengan keduanya, diantaranya sabda beliau dalam khutbah Jum’at : “Amma ba’du, maka sebaik-baiknya perkataan adalah Kitabullah (Al-Qur’an) dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk Muhammad. Dan sejelek-jeleknya perkara adalah perkara yang di ada-adakan dan setiap bid’ah itu sesat. “(HR. Muslim).
Ayat-ayat dan hadits-hadits dalam bab ini banyak sekali, dan sungguh kebanyakan para ulama telah menjelaskan kemungkaran maulid dan memperingatkan umat darinya dalam rangka mengamalkan dalil-dalil yang tersebut di atas dan dalil-dalil lainnya.
Namun sebagian mutaakhirin (orang-orang yang datang belakangan ini) memperbolehkan maulid bila tidak mengandung sedikitpun dari beberapa kemungkaran seperti : Ghuluw (berlebih-lebihan) dalam mengagungkan Rasulullah, bercampurnya wanita dan laki-laki, menggunakan alat-alat musik dan lain-lainnya, mereka menganggap bahwa Maulid adalah termasuk BID’AH HASANAH, sedangkan kaidah Syara’ (kaidah-kaidah / peraturan syari’at ini) mengharuskan mengembalikan perselisihan tersebut kepada kitab Allah dan sunnah Rasulullah, sebagaimana Allah berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“ Hai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan Ulil Amri dari kalian maka bila terjadi perselisihan di antara kalian tentang sesuatu kembalikanlah kepada (kitab) Allah dan (sunnah) RasulNya bila kalian memang beriman kepada Allah dan hari akhir demikian itu lebih baik dan lebih bagus akibatnya. “(QS. Ann Nisaa’ : 59).
Allah juga berfirman :
وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِن شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ۚ
“Tentang sesuatu apapun yang kamu berselisih, maka putusannya (harus) kepada (kitab) Allah, “(QS. Asy Syuraa : 10).
Dan sungguh kami telah mengembalikan masalah perayaan maulid ini kepada kitab Allah. Kami mendapati bahwa Allah memerintahkan kita untuk ittiba’ (mengikuti) kepada Rasulullah terhadap apa yang beliau bawa dan Allah memperingatkan kita dari apa yang dilarang. Allah juga telah memberitahukan kepada kita bahwa Dia – Subhanahu wa Ta’ala – telah menyempurnakan Agama Islam untuk umat ini. Sedangkan, perayaan maulid ini bukan termasuk dari apa yang dibawa Rasulullah dan juga bukan dari agama yang telah Allah sempurnakan untuk kita.
Kami juga mengembalikan masalah ini kepada sunnah Rasulullah. Dan kami tidak menemukan di dalamnya bahwa beliau telah melakukan maulid. Beliau juga tidak memerintahkannya dan para sahabat pun tidak melakukannya. Dari situ kita ketahui bahwa maulid bukan dari agama Islam. Bahkan Maulid termasuk bid’ah yang diada-adakan serta bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang yahudi dan nasrani dalam perayaan-perayaan mereka. Dari situ jelaslah bagi setiap orang yang mencintai kebenaran dan adil dalam kebenaran, bahwa perayaan maulid bukan dari agama Islam bahkan termasuk bid’ah yang diada-adakan yang mana Allah dan Rasulnya telah memerintahkan agar meningggalkan serta berhati-hati darinya.
Tidak pantas bagi orang yang berakal sehat untuk tertipu dengan banyaknya orang yang melakukan Maulid di seluruh penjuru dunia, karena kebenaran tidak diukur dengan banyaknya pelaku, tapi diukur dengan dalil-dalil syar’i, sebagaimana Allah berfirman tentang Yahudi dan Nasrani :
وَقَالُوا لَن يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَن كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَىٰ ۗ تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ ۗ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata : ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi dan Nasrani’. Demikianlah itu (hanya) angan-angan kosong mereka belaka. Katakanlah :’ Tunjukkanlah bukti kebenaran jika kamu adalah orang yang benar .” (QS. Al Baqarah : 111).
Allah juga berfirman :
إِن تُطِعْ أَكْثَرَ مَن فِي الْأَرْضِ يُضِلُّوكَ عَن سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِن يَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Alloh. “(QS. Al An’aam : 116 ). Wallahu a’lamu bis-shawab.
Maroji’ :
Diterjemahkan oleh Ustadz Abu Ilyas Agus Su’aidi As-Sadawy dari kitab At-Tahdzir minal Bida’, hal 7-15 dan 58-59, karya Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baaz rahimahullah. Untuk lebih jelasnya lagi dapat dilihat dalam bebrapa rujukan berikut :
1. Mukhtashor Iqtidho’ Ash Shirot Al Mustaqim (hal. 48-49) karya ibnu Taimiyah.
2. Majmu’u Fataawa (hal. 87-89) karya Asy Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin.
Sumber :
BULETIN DAKWAH AT-TASHFIYYAH, Surabaya Edisi : 15 / Robi’ul Awal / 1425 HUKUM MEMPERINGATI Maulid Nabi Muhammad sholallahu ‘alaihi wa sallam.
(Dikutip dari situs http://www.darussalaf.org/index.php?name=News&file=article&sid=628)

http://salafy.or.id/blog/2007/03/29/hukum-memperingati-maulid-nabi/ 
 

Blogger news

Blogroll

About