Alih bahasa oleh Imam Syuhada Al-Iskandar Al-Kotowi Al-Jawaghi
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ (4)
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berada diatas akhlak yang agung”.
Dan juga berfirman:
وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حولك (159)
“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu”.
Dan juga berfirman:
فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ (13)
“maka maafkanlah mereka dan biarkanlah”.
Ya Ma’syaral Ahibbah! Wahai
sekalian yang aku cintai! Aku wasiatkan kalian dan diriku dengan taqwa
kepada Allah (Subhanahu wa Ta’ala) baik dalam keadaan yang nampak
ataupun tersembunnyi, dan taqwa kepada Allah (Subhanahu wa Ta’ala) yaitu
mematuhi segala perintahNya dan menjauhi semua laranganNya.
Taqwa merupakan wasiat dari
Allah (Subhanahu wa Ta’ala) untuk generasi awal dan terakhir.
Sebagaimana Allah (Subhanahu wa Ta’ala) berfirman:
وَلَقَدْ وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ أَنِ اتَّقُوا الله (131)
“Dan sungguh Kami telah
mewasiatkan kepada orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu dan (juga)
kepada kamu; bertakwalah kalian kepada Allah”.
Maka ini adalah wasiat yang
sangat agung yang mencakup hak-hak Allah (Subhanahu wa Ta’ala) dan
hak-hak para hambaNya, agar Allah (Subhanahu wa Ta’ala) dita’ati tidak
dimaksiati, diingat tidak dilupakan, disyukuri tidak dikufuri.
Dan taqwa merupakan wasiat
dari Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) sebagaimana (yang Beliau
sampaikan) didalam khutbatul wada’. Dan apabila Beliau mengangkat
seseorang untuk dijadikan komando pasukan atau tentara Beliau
mewasiatinya denga taqwa kepada Allah (Subhanahu wa Ta’ala).
Sebagaimana Beliau mewasiati Mu’adz (Radhiyallahu ‘anhu) dengan ucapannya:
اتق الله حيثما كنت
“Bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada”.
Dan hendaklah kalian
senantiasa ikhlas serta memperbaiki niat dalam ilmu dan amal, karena
sesungguhnya kalian diperintahkan akan hal itu sebagaimana didalam
firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala):
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ (5)
“Dan tidaklah mereka itu diperintah kecuali agar beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama hanya kepadaNya”.
Dan:
قُلِ اللَّهَ أَعْبُدُ مُخْلِصًا لَهُ دِينِي (14)
Katakanlah: “Hanya Allah saja Yang aku ibadahi dengan mengikhlaskan agamaku kepadaNya.”
Maka perbaikilah niat niscaya engkau akan termasuk dari ahlinya.
Akupun wasiatkan kalian agar
bersemangat terhadap al-ilmu an-nafi’ (ilmu yang bermanfaat),
tadaburilah al qur`an, dan bersemangatlah untuk mengikuti sunnah
Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang Beliau sendiri telah
memerintahkan akan hal itu dengan sabdanya:
فعليكم بسنتي، وسنة الخلفاء الراشدين المهديين من بعدي، تمسكوا بها، وعضوا عليها بالنواجذ، وإياكم ومحدثات الأمور
“Hendaklah kalian mengikuti
sunnahku dan sunnah para al-khulafa ar-rasyidin al-mahdiyin (yang telah
diberi petunjuk oleh Allah) setelahku, berpegang teguhlah dengannya,
dan gigitlah dengan gigi-gigi geraham, dan jauhilah oleh kalian
perkara-perkara yang baru didalam agama”.
Akupun wasiatkan kalian dengan
sesuatu yang mana Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah
memerintahkannya didalam sabdanya:
لا تحاسدوا ولا تباغضوا ولا
تدابروا ولا يبع بعضكم على بيع بعض وكونوا عباد الله إخوانا الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ ؛ لا يَظْلِمُهُ ، وَلا يَخْذُلُهُ ، وَلا يَحْقِرُهُ ،
التَّقْوَى هَاهُنَا ، و يُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثلاث مرات بِحَسْبِ
امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ ، كُلُّ
الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Janganlah kalian saling
mendengki, dan janganlah saling membenci, dan janganlah saling
bermusuhan, dan janganlah sebagian dari kalian melakukan penjualan
diatas penjualan sebagian yang lain, dan hendaklah kalian menjadi
hamba-hamba Allah yang bersaudara, seorang muslim adalah saudara bagi
muslim lainnya, janganlah dia menzholiminya, dan jangan pula
menelantarkannya, dan jangan pula merendahkannya, taqwa itu disini, dan
Beliau berisyarat pada dadanya sebanyak tiga kali, cukuplah seseorang
dikatakan jahat ketika ia merendahkannya saudaranya yang muslim, setiap
muslim atas muslim lainnya haram darahnya, hartanya dan kehormatannya”.
Hadits yang mulia ini dimulai
dengan peringatan dari perbuatan hasad (dengki), karena sesungguhnya
hasad itu memakan kebaikan-kebaikan seperti halnya api melalap kayu
bakar, dan jika engkau merasakan sesuatu dari sifat tersebut maka
sembunyikanlah, janganlah engkau menampakkannya dan jangan pula
membicarakannya, karena sungguh telah dikatakan bahwa:
ما خلا جسد من حسد, لكن اللئيم يبديه والكريم يخفيه
“Tidak ada jasad yang
terlepas dari hasad, akan tetapi orang yang hina akan menampakkannya
sedangkan orang yang mulia akan menyembunyikannya”.
Ya Ahibbati! Wahai sekalian
yang aku cintai! Hendaklah kalian bersatu, saling mencintai, dan
menyatukan kalimat, serta melaksanakan hak-hak yang mana Rasulullah
(shallallahu ‘alaihi wa sallam) telah memerintahkan dan mewasiatkannya
ketika Beliau bersabda:
حَقُّ المُسْلِم عَلَى
المُسْلِم ستٌّ : إِذَا لَقيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيهِ ، وَإِذَا دَعَاكَ
فَأجبْهُ ، وإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ ، وإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ
الله فَشَمِّتْهُ ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
رواه مسلم
“Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam:
Jika engkau bertemu dengannya maka ucapkanlah salam,
Dan jika ia menyerumu maka penuhilah seruannya,
Dan jika ia meminta nasehat darimu maka nasehatilah,
Dan jika ia bersin lalu memuji Allah (yakni mengucapkan alhamdulillah) maka doakanlah,
Dan jika ia sakit maka jenguklah,
Dan jika ia wafat maka ikutilah (yakni mengantarkannya ke pekuburan)”, diriwayatkan oleh Muslim.
Hak-hak atas saudara tidaklah
terbatas pada perkara-perkara yang disebutkan dalam hadits diatas, akan
tetapi ini hanyalah merupakan contoh-contoh dan arahan-arahan yang mana
kita harus memahami dan memperhatikannya.
Akupun wasiatkan kalian agar
menghormati para Ulama dan mengambil ilmu dari mereka, karena
sesungguhnya Ulama adalah pewaris para Nabi, maka haruslah kita
menghormati dan memuliakan mereka, karena sesungguhnya Allah (Subhanahu
wa Ta’ala) telah mengangkat derajat dan meninggikan kedudukan mereka.
Dan jikalau salah seorang dari
mereka keliru didalam sebagian permasalahan ijtihad, maka hal itu
tidaklah menjadi penghalang untuk kita istifadah (mengambil faidah) dari
ilmu-ilmu mereka, dan tidaklah ada yang selamat dari kesalahan serta
kekeliruan kecuali siapa saja yang dijaga oleh Allah (Subhanahu wa
Ta’ala), dan kesempurnaan hanyalah milik Allah (Subhanahu wa Ta’ala).
Dan hendaklah kalian berhias
dengan akhlak yang baik dan adab yang mulia, karena sesungguhnya akhlak
yang baik akan menyebabkan timbangan alhasanat (amal kebaikan) menjadi
berat, dan sifat itupun merupakan sebab memasuki jannah, dan juga sebab
yang dapat menimbulkan rasa cinta kepada Allah (Subhanahu wa Ta’ala) dan
RasulNya, serta sebab untuk dekat dengan Beliau di hari kiamat kelak.
Dan tidak ada sesuatupun yang
diletakkan diatas timbangan seorang hamba yang lebih berat daripada
akhlak yang baik, dan sungguh seorang yang berakhlak baik akan sampai
kepada derajat orang yang melakukan shalat dan shaum dikarenakannya.
Disebutkan didalam hadits Abdullah bin Amr (Radhiyallahu ‘anhuma) secara marfu':
Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wa sallam) bersabda:
ألا أخبركم بأحبكم إلي وأقربكم منى مجلسًا يوم القيامة قالوا بلى قال أحسنكم خلقًا
“Maukah kalian aku
beritahukan tentang seseorang yang paling aku cintai dan paling dekat
denganku tempat duduknya pada hari kiamat kelak?”, para sahabat
menjawab: “tentu”, Beliaupun bersabda: “dia adalah orang yang paling
baik akhlaknya diantara kalian”.
Dan disebutkan didalam hadits Abu Hurairah (Radhiyallahu ‘anhu):
أكثر ما يدخل الجنة تقوى الله وحسن الخلق
“(Amalan) yang paling banyak memasukkan ke jannah adalah akhlak yang baik dan taqwa kepada Allah”.
Dan termasuk dari perkara yang
akan memperkuat ikatan persaudaraan, dan mempersatukan hati, serta
menghilangkan (kejelekan) yang ada dalam jiwa, yaitu hendaklah seorang
hamba mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, dan
hendaklah menahan diri untuk menyakiti saudaranya baik itu dengan
tangan, atau lisan, ataupun yang lainnya.
Sebagaimana disebutkan didalam hadits Abu Dzar (Radhiyallahu ‘anhu), ia berkata:
قلت يا رسول الله أيّ
الأعمال أفضل قال الإيمان بالله والجهاد في سبيله, قُلْتُ فَإِنْ لَمْ
أَفْعَلْ ؟ قَالَ : تُعِينُ صَانِعًا أَوْ تَصْنَعُ لأَخْرَقَ، قُلْتُ :
أرأيْتَ إنْ ضَعُفْتُ عَنْ بَعْضِ العَمَلِ ؟ قَالَ : فكُفّ شَرَّكَ عَنِ
النَّاسِ, فإنَّهَا صَدَقَةٌ مِنْكَ عَلَى نَفْسِكَ
Aku bertanya: “Wahai
Rasulallah amalan apakah yang paling utama?”, Beliau menjawab: “iman
kepada Allah dan jihad dijalanNya”, aku bertanya: “jika aku tidak bisa
melakukannya?”, Beliau menjawab: “hendaklah engkau menolong orang yang
melakukannya atau engkau beramal untuk seorang yang jahil”, aku
bertanya: “apa pendapatmu jika aku tidak mampu dalam sebagian amalan?”,
Beliau menjawab: “tahanlah sikap jahatmu dari manusia, karena
sesungguhnya hal itu adalah shadaqah darimu untuk dirimu”.
Dan termasuk dari perkara yang
akan mendatangkan rasa cinta serta akhlak yang baik yaitu hendaklah
memaafkan kesalahan-kesalahan ikhwan dan janganlah mencela mereka
dikarenakan kekelirua-keliruan yang terjadi, dan hendaklah berusaha
dengan sungguh agar tercipta sedikitnya perselisihan, dan
bersungguh-sungguhlah untuk tegak diatas kebersamaan.
Dan jika salah seorang dari
ikhwan tergelincir berbuat kesalahan, maka carilah untuknya sembilan
puluh udzur, dan janganlah sibuk dengan aib-aib ikhwan sedangkan engkau
lupa dengan aib diri sendiri.
Sebagian Ulama (Rahimahumullah) mengatakan:
المؤمن يطلب معاذير اخوانه, والمنافق يطلب عثراتهم
“Seorang mukmin akan
mencari berbagai udzur bagi saudaranya, sedangkan seorang munafik akan
mencari-cari segala kesalahan mereka”.
Dan terakhir, ketahuilah:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ
بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ (90)
“Sesungguhnya Allah
menyuruh untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum
kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan
permusuhan”.
Allah (Subhanahu wa Ta’ala)
memerintahkan (agar kita berlaku) inshaf dan bersikap adil dengan
seadil-adilnya walaupun hanya pada diri sendiri, atau terhadap kedua
orang tua, ataupun terhadap sanak kerabat.
Dan Allah (Subhanahu wa
Ta’ala) memerintahkan agar kita bersegera terhadap perkara yang akan
mendatangkan ampunanNya dan akan menghantarkan kedalam jannah yang
luasnya seluas tujuh langit dan bumi, Dia berfirman:
وَسَارِعُوا إِلَى
مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ (133) الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ
وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ (134)
“Dan bersegeralah kalian
kepada ampunan dari Rabb kalian dan kepada surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu)
orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun
sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang. Dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebajikan”.
وصلى الله وسلم على نبينا وعلى آله وأصحابه ومن اتّبعهم بإحسان الى يوم الدين
KSA Riyadh, 29 Dzulqo’dah 1430 H
Bertepatan dengan 17 November 2009 M
https://imamsyuhada.wordpress.com/2012/10/22/nasihat-guru-kami-untuk-kaum-salafiyin-indonesia/#more-164
Tidak ada komentar:
Posting Komentar