BTemplates.com

Pages

Rabu, 15 April 2015

SALAH SATU NASEHAT SYAIKH MUQBIL YANG BANYAK DIABAIKAN DAI-DAI AHLUS SUNNAH DI INDONESIA


Bismillahirrahmaanirrahiim

SALAH SATU NASEHAT SYAIKH MUQBIL YANG BANYAK DIABAIKAN DAI-DAI AHLUS SUNNAH DI INDONESIA

Pertanyaan:
Apa nasehat Anda untuk ahlus sunnah Salafi di Indonesia? Mudah-mudahan Allah balas Anda kebaikan.
Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullahu ta’ala menjawab:
"Yang saya nasehatkan untuk mereka, hendaknya mereka mencurahkan diri menuntut ilmu Al Qur’an dan As Sunnah. Hendaknya mereka mengambil faedah dari saudara kami, Al Fadhil Ja’far[1] hafizhahullah, yang Allah telah memberi manfaat dengannya dalam waktu yang singkat, sehingga haruslah mereka saling tolong-menolong bersamanya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan saling tolong-menolonglah kalian di atas kebaikan dan ketakwaan. Jangan saling tolong-menolong di atas dosa dan permusuhan.” (QS. Al Maidah: 2)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,
المُؤمِنُوْنَ لِلمُؤْمِنِيْنَ كَالْبُنْيَانِ ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
“Seorang mukmin terhadap mukmin yang lainnya seperti sebuah bangunan. Sebagian menguatkan sebagian yang lain.”
Muttafaqun ‘alaihi, dari hadits Abu Musa radhiyallahu ‘anhu. Rasulullah juga, sebagaimana disebut dalam Ash Shahihain, pernah bersabda,
مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِي تَوَادِّهِمْ ، وَتَرَهُمِهِمْ ، وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عَضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرِ الْجَسَدِ وَ الْحُمَّى
“Permisalan kaum mukminin dalam kecintaan, kasih sayang, dan persaudaraan mereka seperti satu tubuh. Jika ada anggota tubuh yang sakit, maka akan merasakan pula seluruh tubuh yang lain, dengan tidak bisa tidur dan demam.”
Karena itu, hendaklah mereka bersemangat dan membekali diri dengan ilmu. Jika ada Sufi berkata kepada mereka, “Kalian mengharamkan zikir,” maka saya nasehatkan mereka untuk menyampaikan khotbah tentang keutamaan berzikir kepada Allah. Jika Sufi [tadi] mengatakan, “Kalian mengharamkan shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,” maka saya nasehatkan mereka untuk menyampaikan khotbah tentang keutamaan ber-shalawat dari hadits-hadits yang shahih.
Demikian pula pada perkara-perkara yang lain. Sebab, mereka itu para perintis dan merintis itu melelahkan. Akan tetapi, saya nasehatkan mereka untuk bersabar. Sebab, Allah ‘azza wa jalla berfirman dalam kitabNya yang mulia,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اصْبِرُواْ وَصَابِرُواْ وَرَابِطُواْ وَاتَّقُواْ اللّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah. Teruslah bersabar dan berjaga-jagalah. Bertakwalah kepada Allah. Mudah-mudahan kalian beruntung.” (QS. Ali Imran: 200)
Allah juga berfirman,
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
“Dan Kami jadikan di antara mereka para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami, ketika mereka bersabar. Dan adalah mereka yang meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah: 24)
Saya nasehatkan kepada mereka untuk bersabar, tenang, dan bersikap lembut. Sebab, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْئٍ إِلاَّ زَانَهُ ، وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْئٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan itu tidak ada pada sesuatu, kecuali akan menghiasinya. Dan tidak dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya.”
Juga sebagaimana yang Allah subhanahu wa ta’ala firmankan,
لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian. Terasa berat baginya apa yang jadi beban kalian. Sangat bersungguh-sungguh datangnya hidayah kepada kalian. Dan terhadap kaum mukminin sangat lembut dan penyayang.” (QS. At Taubah: 128)
Hendaknya mereka menampakkan kepada orang-orang bahwa mereka berdakwah untuk kemaslahatan manusia. Bukan berambisi untuk menjadi pemimpin mereka. Bukan untuk mengambil harta-harta mereka. Bukan pula untuk memperbanyak pengikut-pengikut mereka. Akan tetapi, untuk menunaikan kewajiban yang telah Allahta’ala wajibkan kepada mereka dan para penuntut ilmu.
Sebagaimana juga saya nasehatkan kepada mereka untuk mencurahkan diri secara total dalam menuntut ilmu dan mengambil faedah dari kitab-kitab seperti Riyadhush Shalihin, Fathul Majid Syarh Kitab At Tauhid, Al Lu’lu’ wal Marjan fi Ma Ittafaqa ‘alaihi Asy Syaikhan. Sebelum itu semua, menghafal Al Qur’an. Setelah itu, mempelajari bahasa Arab yang bisa meluruskan lisan-lisan mereka. Sebab, Al Qur’an berbahasa Arab dansunnah Rasulullah berbahasa Arab juga. Lalu, jangan mereka sibukkan diri dengan ijazah-ijazah dan pelajaran-pelajaran di sekolah, tetapi bersungguh-sungguh untuk mencari ilmu.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.” (QS. Al Mujadilah: 11)
Adapun ilmu dunia, sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
فَأَعْرِضْ عَن مَّن تَوَلَّى عَن ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلَّا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا O ذَلِكَ مَبْلَغُهُم مِّنَ الْعِلْمِ
“Maka, berpalinglah dari orang yang berpaling dari mengingat Kami dan tidak menginginkan, kecuali kehidupan dunia. Itulah sejauh-jauh ilmu mereka.” (QS. An Najm: 29-30)
Allah juga berfirman,
يَعْلَمُونَ ظَاهِراً مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka mengilmui yang tampak saja dari kehidupan dunia dan lalai dari kehidupan akhirat.” (QS. Ar Rum: 7)
Karena itu, hendaklah bersemangat dalam mencari ilmu yang bermanfaat, menghafal apa-apa yang mereka mampu dari kitabullah, dan berdakwah dengan kelembutan dan kasih sayang. Jika mereka mampu untuk tidak berkonflik dengan seorang pun di awal dakwah, maka lakukanlah. Dan saya tidak mengira, mereka bisa seperti itu, karena mereka tidak akan dibiarkan begitu saja oleh ahlul bid’ah, orang-orang yang memilikikhurafat, orang-orang hizbi—karena hizbiyah berkomplot untuk menjatuhkan ahlus sunnah—dan [juga] semisal mereka dari kalangan Sufi, Syiah serta manusia kebanyakan sesuai kadar apa yang mereka lakukan.
Sunni itu menganggap dirinya seorang yang asing, sebagai pembenaran atas sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيْبًا ، وَسَيَعُوْدُ كَمَا بَدَأَ غَرِيْبًا فَطُوْبَى لِلْغُرَبَاء
“Islam itu muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing seperti munculnya. Maka, beruntunglah orang-orang yang asing.”
Saya memohon kepada Allah yang maha agung untuk memberi kita taufik kepada apa-apa yang dicintai dan diridhoiNya. Kita memohon kepada Allah subhanahu wa ta’alaagar menjaga kita dan mereka dari segala hal yang buruk dan yang dibenci serta mengokohkan kita dengan ucapan yang kokoh di dunia dan akhirat. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin."
[1] Ketika Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullah berbicara seperti ini, Ja’far Umar Thalib hadahullah masih mau mengikuti bimbingan para ulama ahlus sunnah [penerj.]
http://dakwahislam.net/salah-satu-nasehat-syaikh-muqbil-bi…/

Tidak ada komentar:

 

Blogger news

Blogroll

About