Dalam sebuah artikel berjudul “Ad Da’watu ilallah: Wujubuha
wa Fadhluha wa Akhlaqud Du’ati” di majalah Al Buhuts Al Islamiyah nomor
perdana, Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid rahimahullahu ta’ala
menyebutkan,
"Sudah seharusnya bagi seorang dai untuk bertutur-kata yang
lembut kepada manusia dan berwajah yang berseri-seri. Sebab
sesungguhnya ucapan yang lembut di antara yang dapat menghancurkan
pagar-pagar kekerasan dan keangkuhan serta dapat melembutkan jiwa yang
lalim.
Karena itu, seorang dai— seperti apapun kedudukannya, akal
dan ilmunya—tidaklah lebih afdol dari Musa dan Harun. Dan siapa pun yang
disampaikan dakwah kepadanya tidaklah lebih buruk dari Fir’aun.
Sungguh, Allah telah memerintahkan Musa dan Harun untuk berlemah-lembut kepada Fir’aun dalam firmanNya,
ﻓَﻘُﻮﻟَﺎ ﻟَﻪُ ﻗَﻮْﻻً ﻟَّﻴِّﻨﺎً ﻟَّﻌَﻠَّﻪُ ﻳَﺘَﺬَﻛَّﺮُ ﺃَﻭْ ﻳَﺨْﺸَﻰ
“Maka, bicaralah kalian berdua kepada Fir’aun dengan kata-kata yang lembut. Mudah-mudahan ia akan ingat atau takut.”
(QS. Thaha: 44)
Di tempat lain, Allah berfirman,
ﻓَﻘُﻞْ ﻫَﻞ ﻟَّﻚَ ﺇِﻟَﻰ ﺃَﻥ ﺗَﺰَﻛَّﻰ . ﻭَﺃَﻫْﺪِﻳَﻚَ ﺇِﻟَﻰٰ ﺭَﺑِّﻚَ ﻓَﺘَﺨْﺸَﻰٰ .
“Dan katakan [kepada Fir’aun], ‘Adakah keinginanmu untuk
membersihkan diri [dari kesesatan]?’ Dan kusampaikan hidayah dari Rabbmu
agar engkau takut.”
(QS. An Nazi’at: 18)
Terkait hak pemuka para rasul [Rasulullah], Rabb tabaraka wa ta’ala berfirman,
ﻭَﻟَﻮْ ﻛُﻨﺖَ ﻓَﻈّﺎً ﻏَﻠِﻴﻆَ ﺍﻟْﻘَﻠْﺐِ ﻻَﻧﻔَﻀُّﻮﺍْ ﻣِﻦْ ﺣَﻮْﻟِﻚَ
“Sekiranya engkau bersikap-keras lagi berhati-kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.”
(QS. Ali Imran: 159)
Maksudnya, jika engkau kasar lagi kaku dalam bermuamalah
bersama mereka, niscaya mereka akan pergi darimu dan lari darimu serta
tidak merasa tenang denganmu. Urusanmu untuk menyampaikan hidayah dan
petunjuk kepada mereka menuju jalan yang kokoh tidak akan sempurna.
Demikian itu karena maksud dari berdakwah kepada Allah adalah
menyampaikan syariat-syariat Allah kepada makhluk dan tidaklah itu
sempurna kecuali jika hati-hati mereka condong kepada dainya dan
diri-diri mereka merasa tenang di sisinya. Itu hanya terjadi, jika dai
yang dimaksud seorang yang lembut lagi mulia, memaafkan orang yang
melakukan kesalahan dan memaafkan ketergelincirannya.
Terkhusus dirinya, seorang dai harus memiliki sifat-sifat
yang baik dan mulia serta [memiliki] kelembutan, sebagaimana seharusnya
seorang dai itu tidak kasar kepada siapa pun atau tidak sepantasnya juga
seorang dai itu memperlihatkan aib dan mengumbar namanya di depan
orang-orang. Sebab sesungguhnya yang demikian itu lebih dapat membuat
diterimanya dakwah dan lebih mudah untuk direspon serta dirujuk."
Sumber:
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid. Ad Da’watu ilallah: Wujubuha
wa Fadhluha wa Akhlaqud Du’ah. Riyadh: Daru Thawiq. 1414 H/1994 M,
halaman 26-28.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar