Dakwah Salafiyyah adalah dakwah yang mengajak untuk
berpegang kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana yang diimani, dipahami,
dan diterapkan oleh para Salafush Shalih. Para juru dakwah/da’i Dakwah
Salafiyyah mengambil ilmu dari para ‘ulama Dakwah Salafiyyah pada setiap zaman.
Mereka berguru kepada para ‘ulama rabbani Setiap dakwah yang tidak tegak di
atas prinsip ini maka itu adalah dakwah yang menyimpang dari jalan yang benar
dan lurus.
Apa itu as-Salafiyyah?
Sebagian pihak memaknakan salafiyyah adalah nisbah kepada
salaf yang maknanya adalah terdahulu. Yang berarti nisbah kepada zaman yang
terdahulu, atau tempo dulu, atau tradisional. Sehingga sering dijumpai
pesantren salafiyyah artinya pesantren yang masih menerapkan cara pengajaran
tradisional. Lawannya adalah pesantren modern. Ini adalah pengertian salafiyyah
yang salah kaprah.
Apa makna yang benar?
Berikut kita tinjau bagaimana penjelasan para ‘ulama
dalam hal ini. Dalam kamus “Lisanul ‘Arab” dijelaskan sebagai berikut :
“Salaf adalah orang-orang yang mendahuluimu, baik ayah
dan kakek-kakekmu ataupun karib kerabat yang mereka itu di atasmu dalam umur
dan keutamaan.” (lihat Lisanul ‘Arab karya Ibnu Manzhur IX/158)
Dalam salah satu hadits, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam bersabda kepada Fathimah Az-Zahra putri beliau:
“Sesungguhnya sebaik-baik salaf (pendahulu) adalah aku
untukmu.” (HR. Muslim).
Itulah makna kata Salaf secara pengertian bahasa
(etimologi). Adapun secara terminology (istilah), makna Salaf adalah
sebagaimana diterangkan oleh para ‘ulama berikut :
Para imam terdahulu yang hidup pada tiga abad pertama
Islam, dari para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam, tabi’in
(murid-murid shahabat) dan tabi’ut tabi’in (murid-murid tabi’in). (Lihat Manhaj
Al-Imam Asy-Syafi’i fii Itsbatil ‘Aqidah, karya Asy-Syaikh Dr. Muhammad bin
Abdul Wahhab Al ‘Aqil, I/55).
Al-Qalsyani berkata:
“as-Salafush Shalih adalah generasi pertama (umat ini)
yang mendalam keilmuannya, berpegang kepada hidayah (bimbingan) Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam, menjaga sunnah beliau, yang Allah pilih mereka
untuk menjadi shahabat nabi-Nya, Allah pilih mereka untuk menjadi para penegak
agama-Nya, Allah ridha mereka sebagai para imam bagi umat ini. Mereka telah
berjihad di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, mencurahkan segala upaya
untuk memperbaiki dan memberikan kebaikan untuk umat, bahkan mereka siap
mempertaruhkan jiwa mereka demi meraih ridho-Nya. Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman :
{وَالسَّابِقُونَ
الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ
بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْه}
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk
Islam) dari kalangan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah (At
Taubah:100)
Al-Bajuri berkata :
“Salaf adalah generasi yang hidup pada masa tiga abad
yang utama, yaitu para shahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.” Merekalah yang
disebut sebagai as-Salafush Shalih
Adapun As-Salafy adalah nisbah kepada para ‘ulama dari
kalangan as-Salafush Shalih tersebut.
As-Sam’ani (w. 562) dalam kitabnya Al-Ansab (III/273)
mengatakan:
“As-Salafy adalah nisbah kepada generasi Salaf, dan
berkeyakinan dengan metodologi mereka.”
Adz-Dzahabi juga mengatakan:
“As-Salafy adalah seorang yang berjalan di atas
metodologi Salaf.”
Maka Dakwah As-Salafiyyah merupakan dakwah yang mengajak
untuk berpegang kepada manhaj salaf. Yang tidak lain adalah dakwah yang
mengajak untuk kembali kepada kemurnian Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagaimana
diyakini dan diamalkan oleh para ‘ulama dari kalangan as-Salafush Shalih.
Dakwah As-Salafiyyah tidak lain merupakan dakwah yang mengajak kepada apa yang
disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dalam sabdanya :
مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِيْ
Apa yang aku dan para shahabatku ada di atasnya. )
Sehingga Salafy tidak lain adalah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah. Karena makna Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang berpegang
teguh terhadap Al-Quran dan As-Sunnah dan bersatu di atasnya dengan menjadikan
para as-Salafush Shalih sebagai rujukan utama dalam memahami dan menerapkan
Al-Qur’an dan As-Sunnah tersebut. Kata Salaf atau Salafy bukankah kata yang
muncul baru-baru ini saja, sebagaimana dipahami atau dikesankan oleh sebagian
pihak. Kata ini sangat akrab dalam kitab-kitab para ‘ulama.
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah (w. 256 H) – penulis
kitab Shahih Al-Bukhari yang disepakati sebagai salah satu kitab rujukan utama
oleh Ahlus Sunnah wal Jama’ah – menyebutkan dalam kitab Shahih-nya tersebut :
باب الركوب على الدابة الصعبة والفحولة من الخيل وقال راشد بن سعد كان السلف يستحبون الفحولة لأنها أجرى وأجسر
Bab tentang Mengendarai Hewan Yang Kuat dan Kuda Jantan.
Rasyid bin Sa’d berkata, “Dahulu para Salaf menyukai kuda jantan yang ia lebih
tangkas dan lebih cepat. Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah – salah
seorang ‘ulama besar dari kalangan Syafi’iyyah – menjelaskan makna Salaf pada
perkataan Rasyid bin Sa’d di atas, “yaitu dari kalangan para shahabat dan para
‘ulama setelahnya.”
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah juga berkata :
باب ما كان السلف يدخرون في بيوتهم وأسفارهم من الطعام واللحم وغيره
Bab Bahwa Salaf dulu menyimpan makanan, daging, dan
lainnya dalam rumah-rumah mereka atau dalam safarnya.
Al-Imam ‘Abdullah bin Al-Mubarak rahimahullah (w. 181 H)
– salah seorang ‘ulama besar dari kalangan tabi’it tabi’in – juga pernah
berkata di hadapan khalayak ramai, “Tinggalkanlah hadits ‘Amr bin Tsabit karena
sesungguhnya dia telah mencela salaf.” (lihat Muqaddimah Shahih Muslim)
Kata Salafy juga akrab dan banyak disandang oleh para
‘ulama besar dari kalangan ahlus sunnah wal jama’ah. Di antaranya apabila kita
buka kitab Siyar A’lamin Nubala’ atau lainnya, kita dapati :
- Adz-Dzahabi mengatakan dalam biografi Ya’qub Al-Fasawi
:”Tidaklah aku ketahui Ya’qub Al-Fasawi kecuali dia itu seorang salafi.” (Siyar
A’lamin Nubala’ XIII/183).
- Dalam biografi Muhammad bin Muhammad Al-Bahrani:”Dia
adalah seorang yang kuat beragama, baik, dan seorang salafi.” (Mu’jam
Asy-Syuyukh II/280).
- dalam biografi Ahmad bin Ahmad bin Na’mah Al-Maqdisi :
“Dia berjalan di atas aqidah salaf.” (Mu’jam Asy-Syuyukh I/34).
- dalam biografi Ibnush Shalah, :”Beliau adalah seorang
salafi, baik aqidahnya, tidak terjatuh dalam ta’wilnya para ahli kalam.”
(Tadzkiratul Huffazh IV/1431)
- Dalam biografi ‘Utsman bin Kharzad Ath-Thabari :”yang
diperlukan oleh seorang “Al-Hafizh” adalah hendaknya ia menjadi seorang yang
bertaqwa, cerdas, ahli nahwu, ahli bahasa, bersih jiwanya, pemalu, dan
salafi.” (Siyar A’lamin Nubala’ XIII/380).
- Dalam biografi Az-Zubaidi :”Dia seorang yang hanif
(bertauhid), dan seorang salafi.” (Siyar A’lamin Nubala’ XX/317).
- Dalam biografi Ibnu Hubairah, :”Dia seorang yang sangat
mengerti madzhab, bahasa ‘arabi, ilmu syair, dan seorang salafi, atsari
(pengikut atsar/hadits).” (Siyar A’lamin Nubala’ XX/426).
- Dalam biografi Ibnu Al-Majd :”Dia seorang yang tsiqah
(terpercaya), tsabt (kuat hafalannya), cerdas, salafi, dan bertaqwa.” (Siyar
A’lamin Nubala’ XXIII/118).
- Dalam biografi Yahya bin Ishaq, “Dia adalah seorang
yang sangat mengerti berbagai madzhab, orang yang baik, tawadhu’, salafi, …. .”
(Mu’jam Asy-Syuyukh no. 957).
Sehingga penggunaan kata salaf atau salafi sebenarnya
sudah banyak dipakai dan disebutkan oleh para ‘ulama besar ahlus sunnah dalam
kitab-kitab induk ahlus sunnah, dan banyak disandang oleh para ‘ulama ahlus
sunnah. Sehingga sebenarnya tidak ada masalah dengan kata “salaf” atau
“salafi”; karena kata tersebut sebenarnya merupakan padanan dari kata “ahlus
sunnah wal jama’ah”. Maka sangat disayangkan, muncul di negeri ini kelompok
atau pihak yang mengklaim diri sebagai “ahlus sunnah” yang paling sah justru mempersoalkan
kata tersebut, atau menjelek-jelekkannya.
Para pembaca yang budiman, ….
Dari penjelasan di atas, jelaslah Salafy atau Ahlus
Sunnah tidak lain dan tidak bukan terdiri dari para ‘ulama besar, yang mereka
berjalan di atas manhaj salaf, atau manhaj ahlus sunnah wal jama’ah, yakni
manhaj yang Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dan para shahabatnya
berjalan di atasnya. Mereka adalah ath-thaifah al-manshurah yang diberitakan
oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam dalam sabdanya :
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِيْ ظَاهِرِيْنَ عَلىَ الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ حَتىَّ يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ
Senantiasa ada dari umatku sekelompok orang (thaifah)
yang selalu tampak di atas Al Haq, tidak akan menyusahkan mereka orang-orang
yang meninggalkan (tidak mau menolong) mereka sampai datang keputusan Allah
(hari kiamat). [HR. Al Bukhari – Muslim]
Musa bin Harun rahimahullah : Aku telah mendengar Ahmad
bin Hanbal rahimahullah ketika ditanya tentang hadits yang berlafazh (artinya)
:
‘umat ini akan berpecah belah menjadi 73 golongan
semuanya di neraka kecuali hanya satu golongan…’
beliau mengatakan : “Jika yang dimaksud bukanlah ahlul
hadits maka aku tidak tahu siapa mereka.”
Dalam riwayat lain dengan lafazh :“Jika Ath-Thaifah
Al-Manshurah ini bukan Ash-habul Hadits, maka aku tidak tahu lagi siapa
mereka.” )
Dalam riwayat lain : “Mereka adalah ahlul ‘ilmi dan ahlul
atsar.” )
Berkata Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah:“Menurutku
mereka adalah para ‘ulama Ahlul Hadits.” )
Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah dalam Kitab Al-I’tisham
bil Kitab was Sunnah dalam Shahih-nya berkata : Bab : Sabda Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam :
“Senantiasa ada kelompok dari umatku yang menampakkan
kebenaran dan mereka berperang”
Al-Bukhari berkata : “Dan mereka adalah para ‘ulama.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari menerangkan
pernyataan Al-Bukhari [Mereka adalah para ‘ulama] : “Ini adalah penegasan
Al-Imam Al-Bukhari, dan telah diriwayatkan oleh At-Tirmidzi hadits tentang
masalah ini. Kata beliau : “Aku mendengar Muhammad bin Isma’il – yakni
Al-Bukhari – berkata : Aku mendengar Ali bin Al-Madini berkata : “Mereka adalah
ash-habul hadits.”
Ketahuilah bahwa para ‘ulama sepakat menyatakan bahwa
Ath-Thaifah al Manshurah itu adalah Al-Firqatun Najiyah yang keduanya itu adalah
ahlul hadits. Di antara para ‘ulama yang menyatakan itu antara lain :
1. ‘Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah wafat th. 181 H.
2. ‘Ali bin Al Madini rahimahullah wafat th. 234 H
3. Ahmad bin Hanbal rahimahullah wafat th. 241 H
4. Ahmad bin Sinan rahimahullah wafat th. 256 H
5. Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari rahimahullah wafat th.
256 H
6. ‘Abdullah bin Muslim bin Qutaibah rahimahullah wafat
th. 267 H
7. Muhammad bin ‘Isa At-Tirmidzi rahimahullah wafat th.
276 H
8. Muhammad bin Hibban rahimahullah wafat th. 354 H
9. Muhammad bin Al Husain Al-Ajurri rahimahullah wafat
th. 390 H
10. Muhammad bin Abdullah Al-Hakim An-Naisaburi
rahimahullah wafat th. 405 H
11. Ahmad bin Ali bin Tsabit Al-Khathib Al-Baghdadi
rahimahullah wafat th. 463 H
12. Al Husain bin Mas’ud Al-Baghawi rahimahullah wafat,
th. 516 H
13. ‘Abdurrahman bin Al-Jauzy rahimahullah wafat th. 597
H
14. Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi rahimahullah
wafat th. 676 H
15. Ahmad bin Abdul Halim bin Taimiyyah Syaikhul Islam
rahimahullah wafat th. 728 H
16. Ishaq bin Ibrahim Asy-Syathibi rahimahullah wafat th.
790 H
17. Ahmad bin ‘Ali bin Hajar Al-‘Asqalani rahimahullah
wafat th. 852 H
Perhatikan penegasan Al-Imam Ahmad rahimahullah, “Jika
mereka Ath-Thaifah Al-Manshurah itu bukan ahlul hadits, maka aku tidak tahu
lagi siapa mereka.”
Al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan, “Maksud Al-Imam Ahmad adalah
bahwa Ath-Thaifah Al-Manshurah adalah Ahlus Sunnah dan orang-orang yang
meyakini madzhab Ahlul Hadits.” (Fathul Bari I/164)
Jadi Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah Al-Firqatun Najiyah,
mereka adalah Ath-Thaifah Al-Manshurah, mereka adalah Ahlul Hadits, mereka
adalah Salafy.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar